Scharfschütze Jerman
Scharfschütze Jerman
Penembak jitu Jerman yang terluka dalam usungan sementara pasukan Amerika terus bergerak ke St. Mere-Eglise, Normandia
Wartawan peliput perang yang paling terkenal dalam Perang Dunia II mungkin adalah Ernie Pyle (1900-1945). Wartawan perang Amerika peraih hadiah Pulitzer ini menyaksikan dan melaporkan langsung serangan udara Jerman terhadap London. Ia juga meliput langsung berbagai pertempuran di Afrika Utara, Sisilia, Italia, Prancis dan Pasifik. Laporannya terutama berkisar pada kisah dan pengalaman para prajurit biasa (GI). Pyle terbunuh oleh peluru senapan mesin Jepang tatkala meliput pertempuran di Ie Shima, dekat Iwo Jima pada tanggal 18 April 1945. Berikut adalah petikan salah satu liputannya di medan tempur Normandia menyusul pendaratan Sekutu di sana tanggal 6 Juni 1944 :
Normandia, 26 Juni 1944. Sepanjang yang saya ketahui, sniping atau penembakan jitu diakui sebagai cara yang sah dalam peperangan. Sekalipun demikian, hal ini memunculkan kegeraman di kalangan prajurit Amerika dalam soal cita rasa fairness, keadilan. Saya sendiri sebelum pendaratan di pantai Prancis dan Jerman mulai terdesak dari daerah pantai, tidak pernah merasakan atau terlalu memikirkan akan hal itu, karena kami sebelum ini pun pernah menghadapi penembak jitu musuh seperti di Bizerte, Cassino dan berbagai tempat lainnya. Namun semua itu hanyalah dalam skala kecil saja.
Tetapi disini, di Normandia, Jerman melakukan cara penembakan tersebut secara besar-besaran, seperti layaknya cara pedagang grosir berjualan. Di semua sudut mereka tempatkan penembak jitu. Di pohon-pohon, di bangunan, di tumpukan puing, di sela-sela rerumputan. Tapi kebanyakan adalah di semak-semak rimbun, hedgerows, yang merupakan pagar hidup tanaman para petani di Normandia yang berfungsi sebagai pembatas ladang-ladang dan tanah mereka. Tanaman ini memagari hampir semua tepian jalan.
Ini, merupakan kawasan sniping yang benar-benar ideal. Seorang penembak jitu dapat bersembunyi di tengah kerimbunan dengan bekal makanan untuk beberapa hari, dan untuk dapat menemukannya adalah ibarat mencari sebuah jarum di antara tumpukan jerami. Untuk setiap mil jarak yang kami tempuh, ada lusinan penembak jitu Jerman (Scarfschütze) yang terlewat di belakang kami. Mereka tinggal membidik para prajurit kami satu persatu ketika mereka berjalan beriringan di jalan atau menyeberangi tanah perladangan.
Adalah tidak aman bagi kami untuk memasuki suatu daerah atau bivak baru sebelum yakin para penembak jitu telah dibersihkan. Bivak pertama yang saya masuki, seharian dipenuhi desingan peluru para penembak sehingga akhirnya para penembak tersembunyi itu dapat dibekuk. Rasanya selalu amat was-was, sama seperti kalau anda memasuki suatu tempat yang anda curigai telah ditebar dengan ranjau.
Pada waktu-waktu yang lalu, para prajurit kami memang sudah membicarakan soal penembak jitu dengan sikap memandang rendah dan jijik. Namun sekarang di Normandia, penembakan tersebut menjadi semakin menentukan dan berwaspada terhadapnya merupakan sesuatu yang harus dipelajari dengan cepat. Seorang perwira teman saya berkata, bahwa para prajurit secara individual memang telah menyadari akan bahaya tersebut. “Tetapi sekarang yang sadar akan bahaya penembak jitu adalah keseluruhan pasukan!”
Para penembak jitu membunuhi sebanyak mungkin prajurit Amerika, dan kemudian tatkala persediaan makanan dan peluru mereka habis, mereka pun lalu menyerahkan diri. Bagi seorang Amerika, hal seperti itu dipandang tidaklah etis. Para prajurit Amerika pada umumnya tidak punya rasa membenci atau mendendam terhadap prajurit Jerman yang bertempur secara terbuka dan kalah. Tetapi perasaan mereka terhadap penembak tersembunyi itu rasanya tidaklah dapat ditulis dan disiarkan. Pendeknya, mereka belajar untuk sebisa mungkin dapat membunuh si penembak jitu sebelum penembak itu sempat menyerah.
Pada kenyataannya, bagian wilayah Prancis yang ini memang sangat menyulitkan, kecuali untuk pertempuran antar kelompok-kelompok kecil. Normandia merupakan kawasan dengan ladang-ladang kecil, yang masing-masing dibatasi dengan tumbuhan semak yang tebal dan pagar dari pohon perdu. Sulit mencari suatu tempat dari mana anda dapat memandang lebih jauh daripada tanah ladang yang ada di depan anda. Hampir seluruh waktu, para prajurit tidak mungkin melihat daerah di sekelilingnya lebih jauh dari 100 yard!
Di bagian lain daerah ini, genangan air seperti rawa-rawa juga menjadi ciri, dengan rerumputan yang tinggi-tinggi, sehingga dalam kondisi yang seperti itu maka ini merupakan daerah yang hanya cocok untuk bertempur satu lawan satu. Seorang perwira yang pernah bertugas di Pasifik mengatakan bahwa pertempuran di daerah Normandia ini adalah mirip dengan apa yang pernah di alaminya dalam pertempuran brutal di kepulauan Guadalcanal!
Sumber :
Edisi Koleksi Angkasa XVI “D-Day”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar