Pesawat-pesawat Stuka sedang antri untuk mendapat bahan bakar di sebuah pangkalan udara Prancis yang telah diduduki, Mei 1940
Pesawat Stuka sedang melakukan tukikannya yang khas, yang menjadi momok bagi pasukan Sekutu dalam awal-awal Perang Dunia II
Lukisan Stuka yang digunakan oleh jagoan terbesarnya, Hans-Ulrich Rudel, oleh Jerry Crandall
Sturzkampfflugzeuge atau Stuka nama kecilnya. Dalam Bahasa Jerman berarti pembom tukik. Nama ini kemudian disandang oleh pembom berukuran kecil milik Luftwaffe (AU Jerman), Junkers Ju 87. Dibuat pada masa jeda perang (1935), Ju 87 menjadi kunci kemenangan pola serangan kilat Jerman, Blitzkrieg, dalam masa PD II. Pembom ini juga terkenal karena suara peluit kematiannya sebelum menjatuhkan bom.
Kecil, sekilas mirip pesawat tempur pada zamannya yang condong ringan dan praktis. Tapi banyak yang mengatakan bentuk pesawat ini ugly (jelek) dan tidak lincah. Dengan mesin Jumo 210 Ca (versi Anton) berkekuatan 640 Tenaga Kuda, kecepatan terbangnya pun lambat, hanya 285 km/jam. Senjata pertahanannya juga terbilang minim. Yakni satu senapan MG 17 kaliber 7,92 mm di sayap. Dalam beberapa hal, satu senapan manual MG 15 kaliber 7,92 mm digunakan gunner (penembak) di kokpit belakang.
Pada versi G (Gustav) senjata ini diganti dengan sepasang kanon Flak 18 (BK 3,7) 37 mm, 12 peluru. Maka jadilah Ju 87G sebagai pembom dan penghancur tank yang mujarab. Oleh karenanya, julukan sebagai Kanonenvogel atau Canonbird maupun Panzernacker (pembelah tank) disandang pula oleh pembom yang masuk ke jajaran kekuatan udara Luftwaffe tahun 1937 ini. Bukti konkritnya, dalam Battle of Kursk (rangkaian penyerbuan Jerman ke Soviet, 1943-1944), Hans-Ulrich Rudel yang terbang dengan pembom ini sebanyak 2.530 sorti (meskipun tertembak jatuh 30 kali hingga sebelah kakinya harus diganti dengan kaki besi) berhasil memporak-porandakan 519 buah tank pasukan tentara Beruang Merah itu. Hasil yang jelas menakjubkan.
Peluit kematian
Oleh karenanya banyak sejarahwan penerbangan kagum dan menggolongkan pembom buatan firma Junkers Jerman ini sebagai yang legendaris. Bila di udara ibarat sebuah predator yang mengerikan. Jalannya yang pelan tiba-tiba bisa berubah menjadi sebuah tukikan burung besi yang mengantarkan bom-bom SC 250 kg sambil melengkingkan suara khas, "peluit kematian" dari terompet Jerricho yang dipasang para penerbangnya di batang roda utama. Tentara musuh yang menjadi sasaran hanya terbengong-bengong sebelum menyadari makhluk aneh baru di angkasa.
Salah satu sejarahwan yang memberikan komentarnya terhadap Ju 87 adalah William Green dengan mengatakan Stuka sebagai "An evil looking machine with something of the predatory bird in its ugly contours." Selain itu, dalam buku Warplane of the Luftwaffe (1994) disebutkan, Junkers Ju 87 adalah pesawat yang menenggelamkan kapal dan tank terbanyak dalam sejarah PD II untuk semua jenis pesawat. Kecuali tidak menyaingi Ilyushin Il-2 Shturmovik buatan Soviet. Dapat dimaklumi memang, karena Il-2 merupakan pesawat yang diproduksi terbanyak dalam sejarah yakni sekitar 35.000 sementara Stuka hanya dibuat sejumlah 5.700 buah saja.
Kehebatan Ju 87 dalam melakukan pemboman tidak diragukan banyak kalangan saat itu. Dalam sejarah penerbangan, dua pembom lain yang disebut mampu menandingi keefektifannya adalah SBD Dauntless dan Pembom Aichi D3A Val Jepang.
Kiprah pertama Ju 87 dimulai manakala pembom ini ditugaskan AU Jerman dalam legion condor untuk menyokong kekuatan front Nasionalis dalam Perang Sipil (civil war) di Spanyol (1936-1939). Dalam ajang perang melawan pasukan tentara sosialis Republik sayap kiri yang ditopang kekuatan Uni Soviet ini, Ju 87 membuka cakrawala baru diantara seliweran pesawat tempur di udara seperti Heinkel He 51, Fiat CR.32, Messerschmitt Bf 109D (Nasionalis), Hawker Fury, Polikarpov I-16 (Republik) maupun pembom lain yakni Savoia Marchetti, Junkers Ju 52/3m (Nasionalis) dan Tupolev SB-2 (Republik). Tentara Republik berhasil dipukul mundur, dan nama Stuka melambung ke permukaan.
Gempur Warsawa
Kesuksesan Stuka berlanjut dan mencapai momentumnya dalam penyerangan kilat Jerman ke Polandia sekaligus menandai dibukanya PD II di belahan Eropa pada 1 September 1939. Sebanyak sembilan Stukagruppen (grup pembom Stuka) atau 366 pesawat bergantian menutupi angkasa Polandia melengkapi pengiriman 300 pembom berat Heinkel He 111 dan pembom medium Dornier Do 17. Bahkan, dengan Stuka juga genderang perang terhadap Polandia dikumandangkan Hitler sebelas menit setelah tiga pembom ini terbang dari Elbing menuju sasarannya yakni Jembatan Dischau di atas Vistula pada pukul 04.36 pagi.
Ibukota Warsawa dibombardir. Begitupun dengan Pangkalan Udara Krakow dan Lemburg yang dihuni penempur tua PZL P.11c dan P.7, Pangkalan Angkatan Laut Putzig/Rahmel serta industri pesawat tempur PZL sendiri diberangus tanpa ampun.
Polandia melakukan perlawanan dengan pembom ringan PZL P.23b Karas. Namun usahanya masih terlampau kecil untuk mengimbangi kekuatan Jerman. Pasukan darat Nazi Jerman terus merangsak dan mengepung wilayah-wilayah militer Polandia. Maka dalam tempo 10 hari saja sebanyak dua belas divisi tempur di Kutno berhasil diisolasi tentara Nazi. Polandia mendapat dukungan Inggris dan Perancis, namun terlambat sebelum akhirnya bertekuk.
Dengan peran dan fungsinya inilah, tidak heran, Stuka yang muncul dan menggemparkan musuh ini disebut sebagai pembuka jalan dan tulang punggung (backbone) bagi kekuatan darat tentara Nazi. Jerman makin mendapat angin dan terus melakukan invasi di negara-negara Eropa. Begitupun dalam penggempuran ke Kota Rotterdam, Belanda (Mei 1940), Stuka tak jua dapat dibendung. Pembom ini adalah monster baru bagi musuh-musuh Hitler.
Istilah pembom tukik, dimana pesawat melakukan gerakan tukik dan membom (dive and bombing), sebenarnya sudah tercetus dalam masa PD I. Bahkan, disebutkan, para perancang Jerman sebenarnya mempelajari teknik ini dari Angkatan Laut Amerika yang akhirnya diwujudkan dalam sayembara tahun 1933 dan dimenangkan Junkers Ju 87 Stuka (1935). Junkers sendiri sebenarnya mulai mengotak-atik teknik membom tukik ini tahun 1920, yakni dengan mengeluarkan pembom bersayap ganda K-47, yang duabelas buah diantaranya pernah dijual ke Cina (1928).
Kemampuan menukik dan keluar kembali dari lintasan tukik adalah kelebihan tersendiri dari pembom bersayap camar terbalik (inverted-gull) Ju 87. Selain untuk mengakuratkan pemboman juga karena mekanisme ini dikendalikan secara otomatis atau auto pilot. Penerbangnya hanya men-set altimeter serta sudut tukik yang diinginkan. Setelah itu tinggal menurunkan bilah rem (brake) dibawah sayap dan pesawat akan bergerak sendiri.
Sejak dibuat tahun 1935 Stuka terus mengalami berbagai penyempurnaan dan versi khusus. Dari versi Anton hingga Gustav seperti disinggung di depan (meskipun untuk versi G ini sebenarnya terjadi pergeseran peran dimana kemampuan tukiknya hilang, akibat bilah rem di sayap bawah untuk tukik dihilangkan bagi sempurnanya penempatan pod kanon penghancur tank).
Versi lain misalnya adalah Stuka model C (Clara) yang dibuat untuk mengisi kapal induk Graf Zeppelin. Pembom ini dilengkapi tail hook (pengait tali), sayap lipat (folding wing) dan kemampuan batang roda yang jettisonable (bisa dilepaskan) untuk pendaratan (ditching) di laut. Namun versi ini hanya 12 unit saja dibuat, menyusul dihentikan pengembangan kapal induknya. Versi lain adalah pembawa bom torpedo yakni Ju 87D (meski dalam kenyatannya fungsi pembom torpedo ini masih jauh lebih baik dilaksanakan oleh pesawat berkemampuan terbang lebih cepat dan berkapasitas muatan besar yakni Henschel He 11H dan Ju 88A). Versi jarak jauh Ju 87R dengan penambahan kapasitas fuel tank serta versi latih Ju 87H.
Versi Berta dikembangkan dalam beberapa versi lain. Misalnya versi Trop yang digunakan oleh korp Afrika. Versi B juga digunakan di Front Timur oleh negara lain yakni Slovakia, Rumania, Bulgaria, Hungaria dan oleh Regia Aeronautica Italia.
Selepas versi A penambahan kemampuan senapan ditingkatkan. Yakni dengan pemasangan dua senapan mesin Rheinmetall MG 17 7,92mm, kanon 20mm MG 151/20 (Ju 87D-5, D-8), dan kapasitas bom yang lebih dari satu ton. Begitupun dengan penggantian mesinnya agar menambah kecepatan terbang.
Namun, bukan berarti Stuka tak bisa dilumpuhkan dalam sejarah pertempurannya. Hal ini sebenarnya sudah mulai terasa dalam peperangan besar dengan negara tetangga Inggris. Dalam Battle of Brittain sebanyak 280 Ju 87 diterbangkan untuk menyerang Inggris. Dalam perang ini meski Stuka meraih kemenangan dengan menjatuhkan pesawat tempur RAF, namun pada babak-babak berikutnya Stuka berguguran. Tidak lain hal ini akibat pengepungan yang dilakukan dua pemburu cepat nan tangguh Supermarin Spitfire dan Hawker Hurricane. Versi B, yang turun dalam peperangan menyeberang Selat Inggris ini sering diolok-olok sebagai sitting duck (sasaran empuk) di udara bagi pesawat tempur Inggris. Bayangkan, dalam enam hari peperangan, 60 Ju 87 dijatuhkan pihak lawan.
Oleh sebab itu, guna menyiasati bergugurannya Stuka dalam pertempuran berikutnya yang masuk dalam medan lebih ganas, Ju 87 sering dikawal oleh fighter. Disamping pada perkembangan berikutnya dibuat pula sebagai pembom malam (night bomber).
Dalam Battle of Kursk (1943-1944) Ju 87 pun mulai menemukan petanding yang lebih hebat. Tidak lain dia adalah pesawat serang darat Il-2 Shturmovik. Gerak langkah Ju 87 yang dikawal Bf 109G dan Fock-Wulf Fw 190A dimatikan oleh pesawat tempur taktis Lavochkin La-5FN dan Yakovlev Yak-9 yang bersenjatakan senapan mesin kaliber 12,7 mm 200 peluru dan kanon shVAK 20 mm 120 peluru. Dalam pertempuran hebat ini, dua pihak memang saling memukul. Namun Jerman kehilangan pesawat lebih banyak yakni 900 buah dibanding Soviet yang kehilangan 600 pesawat. Dua Ace Jerman Heinz Schmidt (173 kemenangan) dan Max Stotz (189 kemenangan) juga tamat riwayatnya dalam perang besar ini.
Selepas tahun ini, peran pembom tukik Ju 87 yang terasa menua akhirnya bergeser menjadi pesawat pendukung dekat (close support) atau Schlachtflugzeug, yakni dimulai pada versi D-5. Alasannya jelas, mengingat Ju 87 tidak bisa terus menerus dikawal fighter.
Bahkan, lebih dari itu, akhirnya Stuka juga digunakan untuk menarik glider.
Ada kemenangan, ada kekalahan. Namun dalam PD II Ju 87 Stuka tentu adalah fenomena tersendiri. Apalagi pembom ini dikenang sebagai pembom legendaris. Berkaitan langsung atau tidak, pembom ini disebut-sebut mengilhami pembuatan pesawat serang darat penghancur tank A-10 Thunderbolt (Warthog) milik AS, yang kejayaannya sempat kita saksikan dalam Perang Teluk 1991.
Sumber :
Kecil, sekilas mirip pesawat tempur pada zamannya yang condong ringan dan praktis. Tapi banyak yang mengatakan bentuk pesawat ini ugly (jelek) dan tidak lincah. Dengan mesin Jumo 210 Ca (versi Anton) berkekuatan 640 Tenaga Kuda, kecepatan terbangnya pun lambat, hanya 285 km/jam. Senjata pertahanannya juga terbilang minim. Yakni satu senapan MG 17 kaliber 7,92 mm di sayap. Dalam beberapa hal, satu senapan manual MG 15 kaliber 7,92 mm digunakan gunner (penembak) di kokpit belakang.
Pada versi G (Gustav) senjata ini diganti dengan sepasang kanon Flak 18 (BK 3,7) 37 mm, 12 peluru. Maka jadilah Ju 87G sebagai pembom dan penghancur tank yang mujarab. Oleh karenanya, julukan sebagai Kanonenvogel atau Canonbird maupun Panzernacker (pembelah tank) disandang pula oleh pembom yang masuk ke jajaran kekuatan udara Luftwaffe tahun 1937 ini. Bukti konkritnya, dalam Battle of Kursk (rangkaian penyerbuan Jerman ke Soviet, 1943-1944), Hans-Ulrich Rudel yang terbang dengan pembom ini sebanyak 2.530 sorti (meskipun tertembak jatuh 30 kali hingga sebelah kakinya harus diganti dengan kaki besi) berhasil memporak-porandakan 519 buah tank pasukan tentara Beruang Merah itu. Hasil yang jelas menakjubkan.
Peluit kematian
Oleh karenanya banyak sejarahwan penerbangan kagum dan menggolongkan pembom buatan firma Junkers Jerman ini sebagai yang legendaris. Bila di udara ibarat sebuah predator yang mengerikan. Jalannya yang pelan tiba-tiba bisa berubah menjadi sebuah tukikan burung besi yang mengantarkan bom-bom SC 250 kg sambil melengkingkan suara khas, "peluit kematian" dari terompet Jerricho yang dipasang para penerbangnya di batang roda utama. Tentara musuh yang menjadi sasaran hanya terbengong-bengong sebelum menyadari makhluk aneh baru di angkasa.
Salah satu sejarahwan yang memberikan komentarnya terhadap Ju 87 adalah William Green dengan mengatakan Stuka sebagai "An evil looking machine with something of the predatory bird in its ugly contours." Selain itu, dalam buku Warplane of the Luftwaffe (1994) disebutkan, Junkers Ju 87 adalah pesawat yang menenggelamkan kapal dan tank terbanyak dalam sejarah PD II untuk semua jenis pesawat. Kecuali tidak menyaingi Ilyushin Il-2 Shturmovik buatan Soviet. Dapat dimaklumi memang, karena Il-2 merupakan pesawat yang diproduksi terbanyak dalam sejarah yakni sekitar 35.000 sementara Stuka hanya dibuat sejumlah 5.700 buah saja.
Kehebatan Ju 87 dalam melakukan pemboman tidak diragukan banyak kalangan saat itu. Dalam sejarah penerbangan, dua pembom lain yang disebut mampu menandingi keefektifannya adalah SBD Dauntless dan Pembom Aichi D3A Val Jepang.
Kiprah pertama Ju 87 dimulai manakala pembom ini ditugaskan AU Jerman dalam legion condor untuk menyokong kekuatan front Nasionalis dalam Perang Sipil (civil war) di Spanyol (1936-1939). Dalam ajang perang melawan pasukan tentara sosialis Republik sayap kiri yang ditopang kekuatan Uni Soviet ini, Ju 87 membuka cakrawala baru diantara seliweran pesawat tempur di udara seperti Heinkel He 51, Fiat CR.32, Messerschmitt Bf 109D (Nasionalis), Hawker Fury, Polikarpov I-16 (Republik) maupun pembom lain yakni Savoia Marchetti, Junkers Ju 52/3m (Nasionalis) dan Tupolev SB-2 (Republik). Tentara Republik berhasil dipukul mundur, dan nama Stuka melambung ke permukaan.
Gempur Warsawa
Kesuksesan Stuka berlanjut dan mencapai momentumnya dalam penyerangan kilat Jerman ke Polandia sekaligus menandai dibukanya PD II di belahan Eropa pada 1 September 1939. Sebanyak sembilan Stukagruppen (grup pembom Stuka) atau 366 pesawat bergantian menutupi angkasa Polandia melengkapi pengiriman 300 pembom berat Heinkel He 111 dan pembom medium Dornier Do 17. Bahkan, dengan Stuka juga genderang perang terhadap Polandia dikumandangkan Hitler sebelas menit setelah tiga pembom ini terbang dari Elbing menuju sasarannya yakni Jembatan Dischau di atas Vistula pada pukul 04.36 pagi.
Ibukota Warsawa dibombardir. Begitupun dengan Pangkalan Udara Krakow dan Lemburg yang dihuni penempur tua PZL P.11c dan P.7, Pangkalan Angkatan Laut Putzig/Rahmel serta industri pesawat tempur PZL sendiri diberangus tanpa ampun.
Polandia melakukan perlawanan dengan pembom ringan PZL P.23b Karas. Namun usahanya masih terlampau kecil untuk mengimbangi kekuatan Jerman. Pasukan darat Nazi Jerman terus merangsak dan mengepung wilayah-wilayah militer Polandia. Maka dalam tempo 10 hari saja sebanyak dua belas divisi tempur di Kutno berhasil diisolasi tentara Nazi. Polandia mendapat dukungan Inggris dan Perancis, namun terlambat sebelum akhirnya bertekuk.
Dengan peran dan fungsinya inilah, tidak heran, Stuka yang muncul dan menggemparkan musuh ini disebut sebagai pembuka jalan dan tulang punggung (backbone) bagi kekuatan darat tentara Nazi. Jerman makin mendapat angin dan terus melakukan invasi di negara-negara Eropa. Begitupun dalam penggempuran ke Kota Rotterdam, Belanda (Mei 1940), Stuka tak jua dapat dibendung. Pembom ini adalah monster baru bagi musuh-musuh Hitler.
Istilah pembom tukik, dimana pesawat melakukan gerakan tukik dan membom (dive and bombing), sebenarnya sudah tercetus dalam masa PD I. Bahkan, disebutkan, para perancang Jerman sebenarnya mempelajari teknik ini dari Angkatan Laut Amerika yang akhirnya diwujudkan dalam sayembara tahun 1933 dan dimenangkan Junkers Ju 87 Stuka (1935). Junkers sendiri sebenarnya mulai mengotak-atik teknik membom tukik ini tahun 1920, yakni dengan mengeluarkan pembom bersayap ganda K-47, yang duabelas buah diantaranya pernah dijual ke Cina (1928).
Kemampuan menukik dan keluar kembali dari lintasan tukik adalah kelebihan tersendiri dari pembom bersayap camar terbalik (inverted-gull) Ju 87. Selain untuk mengakuratkan pemboman juga karena mekanisme ini dikendalikan secara otomatis atau auto pilot. Penerbangnya hanya men-set altimeter serta sudut tukik yang diinginkan. Setelah itu tinggal menurunkan bilah rem (brake) dibawah sayap dan pesawat akan bergerak sendiri.
Sejak dibuat tahun 1935 Stuka terus mengalami berbagai penyempurnaan dan versi khusus. Dari versi Anton hingga Gustav seperti disinggung di depan (meskipun untuk versi G ini sebenarnya terjadi pergeseran peran dimana kemampuan tukiknya hilang, akibat bilah rem di sayap bawah untuk tukik dihilangkan bagi sempurnanya penempatan pod kanon penghancur tank).
Versi lain misalnya adalah Stuka model C (Clara) yang dibuat untuk mengisi kapal induk Graf Zeppelin. Pembom ini dilengkapi tail hook (pengait tali), sayap lipat (folding wing) dan kemampuan batang roda yang jettisonable (bisa dilepaskan) untuk pendaratan (ditching) di laut. Namun versi ini hanya 12 unit saja dibuat, menyusul dihentikan pengembangan kapal induknya. Versi lain adalah pembawa bom torpedo yakni Ju 87D (meski dalam kenyatannya fungsi pembom torpedo ini masih jauh lebih baik dilaksanakan oleh pesawat berkemampuan terbang lebih cepat dan berkapasitas muatan besar yakni Henschel He 11H dan Ju 88A). Versi jarak jauh Ju 87R dengan penambahan kapasitas fuel tank serta versi latih Ju 87H.
Versi Berta dikembangkan dalam beberapa versi lain. Misalnya versi Trop yang digunakan oleh korp Afrika. Versi B juga digunakan di Front Timur oleh negara lain yakni Slovakia, Rumania, Bulgaria, Hungaria dan oleh Regia Aeronautica Italia.
Selepas versi A penambahan kemampuan senapan ditingkatkan. Yakni dengan pemasangan dua senapan mesin Rheinmetall MG 17 7,92mm, kanon 20mm MG 151/20 (Ju 87D-5, D-8), dan kapasitas bom yang lebih dari satu ton. Begitupun dengan penggantian mesinnya agar menambah kecepatan terbang.
Namun, bukan berarti Stuka tak bisa dilumpuhkan dalam sejarah pertempurannya. Hal ini sebenarnya sudah mulai terasa dalam peperangan besar dengan negara tetangga Inggris. Dalam Battle of Brittain sebanyak 280 Ju 87 diterbangkan untuk menyerang Inggris. Dalam perang ini meski Stuka meraih kemenangan dengan menjatuhkan pesawat tempur RAF, namun pada babak-babak berikutnya Stuka berguguran. Tidak lain hal ini akibat pengepungan yang dilakukan dua pemburu cepat nan tangguh Supermarin Spitfire dan Hawker Hurricane. Versi B, yang turun dalam peperangan menyeberang Selat Inggris ini sering diolok-olok sebagai sitting duck (sasaran empuk) di udara bagi pesawat tempur Inggris. Bayangkan, dalam enam hari peperangan, 60 Ju 87 dijatuhkan pihak lawan.
Oleh sebab itu, guna menyiasati bergugurannya Stuka dalam pertempuran berikutnya yang masuk dalam medan lebih ganas, Ju 87 sering dikawal oleh fighter. Disamping pada perkembangan berikutnya dibuat pula sebagai pembom malam (night bomber).
Dalam Battle of Kursk (1943-1944) Ju 87 pun mulai menemukan petanding yang lebih hebat. Tidak lain dia adalah pesawat serang darat Il-2 Shturmovik. Gerak langkah Ju 87 yang dikawal Bf 109G dan Fock-Wulf Fw 190A dimatikan oleh pesawat tempur taktis Lavochkin La-5FN dan Yakovlev Yak-9 yang bersenjatakan senapan mesin kaliber 12,7 mm 200 peluru dan kanon shVAK 20 mm 120 peluru. Dalam pertempuran hebat ini, dua pihak memang saling memukul. Namun Jerman kehilangan pesawat lebih banyak yakni 900 buah dibanding Soviet yang kehilangan 600 pesawat. Dua Ace Jerman Heinz Schmidt (173 kemenangan) dan Max Stotz (189 kemenangan) juga tamat riwayatnya dalam perang besar ini.
Selepas tahun ini, peran pembom tukik Ju 87 yang terasa menua akhirnya bergeser menjadi pesawat pendukung dekat (close support) atau Schlachtflugzeug, yakni dimulai pada versi D-5. Alasannya jelas, mengingat Ju 87 tidak bisa terus menerus dikawal fighter.
Bahkan, lebih dari itu, akhirnya Stuka juga digunakan untuk menarik glider.
Ada kemenangan, ada kekalahan. Namun dalam PD II Ju 87 Stuka tentu adalah fenomena tersendiri. Apalagi pembom ini dikenang sebagai pembom legendaris. Berkaitan langsung atau tidak, pembom ini disebut-sebut mengilhami pembuatan pesawat serang darat penghancur tank A-10 Thunderbolt (Warthog) milik AS, yang kejayaannya sempat kita saksikan dalam Perang Teluk 1991.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar