Salah satu foto Rommel bersama supirnya dan perwira Italia dengan menaiki mobil Horch Kfz 15. Tidak ada keterangan mengenai nama sang supir. Apakah dia Helmut von Leipzig ataukah Rudolf Schneider? Lihat saja tampangnya dan bandingkan dengan foto di atas dan di bawah!
Nah, yang ini baru foto dari Rudolf Schneider (duduk) sewaktu bertugas bersama Deutsche Afrikakorps di Afrika
Rudolf Schneider (kanan) bersama dengan John Riggs, mantan musuh berat dalam perang di Afrika Utara yang kini menjadi teman dekat
Oleh : Alif Rafik Khan
Dalam musim panas tahun 1941, dua grup tentara Jerman dan Inggris bertemu di padang pasir Libya yang panasnya amit-amit. Bukannya saling menembak, kedua pihak yang bermusuhan ini malah bertukar rokok sebelum mereka berpisah. Apa yang membuat pertemuan ini lebih luar biasa lagi adalah fakta bahwa Erwin Rommel, panglima pasukan Jerman di Afrika Utara, ikut berada disana!
Kisah pertemuan singkat yang luar biasa dan tak pernah terungkap sebelumnya ini, mengemuka dalam pertemuan antara grup veteran Inggris dengan Rudolf Schneider, mantan tentara Afrika Korps yang mengingat dengan jelas gencatan senjata sementara tersebut karena di hari itulah dia menjalankan tugasnya sebagai supir pribadi Erwin Rommel. Dalam dua tahun yang penuh gejolak, melintasi padang-padang pasir yang membentang di antara Libya dan Mesir dengan memakai kendaraan pengintai rampasan dari Inggris, Herr Schneider menjadi salah satu bagian dari pasukan pelindung elit di sekeliling Rommel. Bisa dibilang, telah 500 mil hamparan padang pasir dia jelajahi dengan ahli strategi terkenal tersebut berada di sampingnya! Hmmm... nikmaat.
Herr Schneider mempunyai kemampuan berbahasa Inggris yang fasih, yang dipelajarinya sewaktu masih menjadi pelajar agrikultur sub-tropis. Dia berkata bahwa rendezvous langka antara Rommel, yang bernama lain Serigala Padang Pasir, dengan unit pengintai Inggris, adalah satu dari dua peristiwa yang memperlihatkan baik sisi kemanusiaan dan kebrutalan pertempuran yang terjadi di Afrika Utara. Herr Schneider, yang saat ini berusia 86 tahun, berkata, “Prajurit biasa tidak bertindak berdasarkan pada kebencian. Ketika kami bertemu dengan tentara Inggris di gurun pada saat itu, kami jauh dari mana-mana. Tak ada alasan untuk menembak. Kami lalu saling bertukar rokok dan aku menyempatkan diri bicara dengan si perwira Inggris. Inilah salah satu pengalaman langka yang aku masih ingat betul. Ada pula kala kami begitu terkejut dengan apa yang dilakukan oleh musuh.”
“Rommel sangat menikmati setiap kesempatan berkeliling ke front terdepan. Kami akan pergi jauh ke padang pasir demi keperluan penyelidikan. Satu waktu dari kejauhan kami melihat 14 orang prajurit Jerman yang tampaknya sedang tertidur. Ketika didekati, kami terkejut begitu mendapati bahwa mereka semua telah terbunuh dengan digorok lehernya! Tak jauh dari sana kami menemukan sebilah Kukri, pisau khas yang biasa digunakan oleh prajurit Gurkha Inggris. Aku masih menyimpan pisau tersebut.”
Ganasnya pertempuran demi pertempuran yang berkobar di padang pasir Afrika Utara dan dilakukan oleh prajurit-prajurit muda yang mempertaruhkan nyawa jauh dari kampung halaman, telah digantikan oleh rasa ikatan persahabatan yang kuat di antara mantan-mantan musuh. Hal ini sangat jelas terlihat ketika Herr Schneider bertemu dengan lima orang mantan prajurit Desert Rats, termasuk seorang supir ambulans yang secara tidak sengaja mengarahkan kendaraannya ke posisi panzer Jerman yang saat itu kebetulan sedang mendapat inspeksi khusus dari Rommel. Apa yang terjadi? Si supir naas, yang bengong ketika melihat sang legenda berdiri tepat di depan batang zakarnya, malah disuruh untuk balik lagi ke wilayahnya oleh Generalfeldmarschall Rommel, dengan Herr Schneider berada di sisinya! “Kita sekarang menjadi teman, teman dekat.” Katanya. “Ada masa dimana aku pernah menjadi prajurit Jerman dan mereka prajurit Inggris, tapi saat ini begitu sulitnya untuk mengerti kenapa kita harus saling membunuh satu sama lain. Rommel selalu merupakan prajurit kelas satu yang ksatria tiada dua dan selalu mengedepankan prinsip-prinsip dasar peperangan. Kami tak pernah lupa bahwa yang kami hadapi di medan perang adalah sesama manusia juga yang mempunyai perasaan dan hati.”
Veteran Jerman yang berasal dari Stauchitz di dekat Dresden ini bergabung dengan Wehrmacht di usianya yang ke-18 pada tahun 1941, dan langsung dimasukkan menjadi anggota pasukan Hitler yang bertugas di Afrika Utara. Sebelumnya Schneider ditugaskan di Irak, dimana kemampuannya yang berharga akan persenjataan Inggris dan Sekutu membuatnya mendapat penilaian khusus di mata para komandannya. Setelah tiba di Libya, Schneider ditempatkan di Kampfstaffel Khiel, sebuah pasukan pelindung dan pengintai pribadi di sekeliling Erwin Rommel yang beranggotakan 386 orang. Di masa 18 bulan selanjutnya, Rommel hampir-hampir membawa pasukan Sekutu bertekuk lutut di kakinya. Panglima Jerman berotak cemerlang ini dikenal karena serangan-serangannya yang berani sampai masuk jauh ke wilayah kekuasaan Inggris, seringkali dengan mengesampingkan protes dan saran dari staff seniornya sendiri!
Herr Schneider melanjutkan, “Aku adalah salah satu supir pribadi Rommel. Aku dipilih karena aku menguasai bahasa Inggris dengan baik dan dapat mengoperasikan peralatan mereka. Aku juga mempunyai pemahaman dan ingatan yang dalam tentang alam Afrika, yang merupakan faktor penting bila kita berada di tengah padang pasir. Kami biasa bepergian jauh, dengan satu-satunya pilihan pemandangan yang dapat kau lihat adalah pasir, batu-batuan dan pasir lagi. Rommel benar-benar merupakan seorang prajurit tulen dan juga tidak memandang seseorang berdasarkan pangkat atau jabatan. Dia biasa makan bareng-bareng kita, dan selalu ingin berada sedekat mungkin dengan ganasnya pertempuran di front depan. Saat itu aku adalah seorang prajurit muda yang lugu dan selalu berkata ‘ja kommandant’ setiap dia memerintahkan sesuatu, tapi aku telah menyaksikan bermacam hal. Satu waktu aku pernah melihat dia berdebat dengan komandan pasukan Italia gara-gara dia ingin menyerang secepatnya posisi pasukan musuh yang dilihatnya lowong. Itulah Rommel, selalu tidak menunda-nunda bilamana dilihatnya ada kesempatan untuk menaklukkan musuh.”
Meskipun mempunyai hubungan erat dengan Komando Tinggi Nazi dan secara pribadi merupakan pengagum berat Hitler, Rommel selamat dari cap sebagai seorang Nasional-Sosialis. Herr Schneider berkata, “Ketika unit kami mendapat giliran difoto oleh fotografer dari bagian propaganda, mereka akan membentangkan bendera Swastika di atas kendaraan kami. Setelah si kameramen menyelesaikan tugasnya dan pergi, Rommel akan memerintahkan agar bendera tersebut disingkirkan. Dia tidak menyukai simbol-simbol Nazi, dan satu waktu ketika ditanya apa alasannya, dia menjawab, ‘Aku prajurit Jerman dan berjuang untuk negaraku.”
Seperti orang yang ditugaskan untuk dilindunginya, Kampfstaffel Khiel pun terkenal kemana-mana karena keberaniannya menyelusup ke wilayah musuh. Rudolf Schneider sendiri dianugerahi Eisernes Kreuz karena ikut ambil bagian dalam misi super berbahaya yang di antaranya terdiri dari merampas kereta api lalu mengarahkannya 50 mil ke dalam wilayah Inggris dengan tujuan untuk meledakkan gudang amunisi raksasa milik Musuh!
Robert Lyman, mantan prajurit Inggris yang kemudian menjadi sejarawan perang, telah menemukan Herr Schneider ketika sedang melakukan penelitian untuk bukunya yang berjudul ‘The Longest Siege’. Buku itu bertutur tentang salah satu pertempuran kunci dalam kampanye di Afrika, Pengepungan Tobruk, dimana Lyman berkomentar tentangnya, “Bila Rommel berhasil dalam usahanya menguasai Mesir, maka Kerajaan Inggris Raya akan terbelah menjadi dua. Suplai penting yang dikirimkan melalui Terusan Suez tentunya akan terganggu, sementara di lain pihak Hitler mempunyai akses tak terbatas terhadap minyak seperti yang diidam-idamkannya selama ini.”
Keunggulan jumlah, mesin perang dan taktik yang diadopsi oleh Field Marshal Montgomery di El Alamein telah membuyarkan ambisi Rommel, dan berujung pada penangkapan massal tentara Jerman dan Italia di Tunisia pada tahun 1943, termasuk Rudolf Schneider. Dia menghabiskan waktu selama enam tahun di kamp tawanan Sekutu, sebelum akhirnya kembali pulang ke tanah kelahirannya yang kini menjadi Jerman Timur pada tahun 1949. tunangannya, Alfreda, masih setia menanti. Pasangan itu akhirnya menikah, dan Herr Schneider menjadi seorang peneliti tanaman. Dia berkata, “Aku adalah orang yang beruntung. Alfreda dan aku menikah dan kami dikaruniai tiga orang anak. Bisa dibilang kami hidup tenang dan damai, meskipun aku tidak pernah melupakan saat-saat dalam peperangan dan juga musuh kami, yang kini menjadi teman-temanku.”
Mengenai Rommel sendiri, pada puncak kejayaannya di Afrika Utara, seorang Jenderal Inggris dengan enggan mengaku bahwa dia “seperti mempunyai kemampuan mistis... seorang manusia super.” Dia dianggap sebagai perancang strategi yang jempolan dan merupakan pengejawantahan utama dari taktik Blitzkrieg. Rommel biasa membawa barisan panzernya jauh masuk ke wilayah Sekutu, dengan tujuan membelah dua musuh sehingga lebih mudah untuk dikalahkan. Hal ini telah dipraktekkannya dari sejak invasi Jerman ke Prancis tahun 1940, dan juga kampanye di Afrika tahun 1941 sampai dengan 1943. sudah biasa baginya mengacuhkan perintah dari atasannya demi mengeksploitasi secara maksimal kelemahan lawannya dan mengalahkannya secara komplit.
Sumber :
www.news.bbc.co.uk
www.encyclopedia.com
www.independent.co.uk
www.afrikakorps.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar