Unterhemd – Kaus dalam (atau, kalau orang Sunda seperti saya bilang, kaus sangsang!). Pada awal peperangan, biasanya ini hanyalah sebentuk kaos pull over yang terbuat dari bahan katun putih dengan kerah terpisah yang umum dipakai di dalam kebanyakan seragam tunik. Pada tahun 1943, pola ini digantikan dengan kaos berwarna biru keabu-abuan yang dilengkapi dengan kerah tambahan.
Fliegermütze – Topi penerbang. Terbuat dari kain berwarna biru keabu-abuan dan berbentuk ‘Schiffchen’ atau ‘perahu kecil’ yang terbalik. Topi semacam ini dipakai sampai dengan tahun 1943 dan kemudian digantikan dengan ‘Einheitsfliegermütze’, versi yang paling disenangi oleh para anggota Fallschirmjäger dan Luftwaffe secara umum, sehingga dipakai sampai dengan akhir perang.
Fliegerbluse – Blus penerbang. Dengan warna khas Luftwaffe, biru keabu-abuan, dan merupakan seragam tunik standar bagi setiap anggota penerbang. Kancingnya sengaja berada dalam keadaan tersembunyi demi mencegah tersangkut dengan alat-alat penerbangan di dalam pesawat. Ukuran seragam ini sengaja dibuat lebih pendek dibandingkan dengan tunik sejawatnya dari Angkatan Darat (Heer). Pola pertama tidak dilengkapi dengan saku, tapi kemudian bentuk ini dirubah pada tahun 1940 dan saku tambahan direkatkan dalam Fliegerbluse.
Fallschirmschützen-hosen – Celana panjang (pantalon) pasukan parasut. Celana ini berbeda dengan celana panjang standar Luftwaffe lainnya dalam hal warnanya yang abu-abu atau hijau dan bentuknya yang lebih longgar di bagian kaki supaya ketika sepatu dimasukkan, maka sebagian dari celana ini menyembul keluar. Kalau masih belum ngerti, seperti ketika kita memakai kemeja buat ke ondangan, dimana ujung si kemeja tersebut tidak seluruhnya dimasukkan ke celana (Jojon itu namanya!) tapi sebagian sedikit disembulkan keluar. Pantalon ini diperlengkapi pula dengan saku tambahan yang terletak di bagian kaki kanan sebagai tempat menyimpan pisau gravitasi. Satu lagi yang unik, celana jenis ini mempunyai celah di bagian lutut kedua kaki yang dapat dibuka demi memudahkan bila sewaktu-waktu harus mengeluarkan pelindung lutut yang dipasang di bagian dalam celana (bentuknya persis seperti pelindung lutut yang kini umum dipakai oleh para pemain skateboard atau rollerblade)
Fallschirmschützen-Stahlhelm – Helm pasukan parasut. Pola pertama helm para ini diperkenalkan pada tahun 1935 dan merupakan versi ‘terpotong’ dari helm standar Angkatan Darat Jerman. Pola kedua diperkenalkan pada tahun 1938, dan mempunyai warna biru keabu-abuan. Warna ini seringkali berubah seiring dengan berlalunya waktu, bervariasi tergantung dari si pemakai yang kadangkala menambahkan warna tambahan tersendiri atau warna kamuflase berloreng. Ini yang menyebabkan banyaknya foto yang beredar yang memperlihatkan helm Fallschirmjäger dengan warna-warna yang tidak sama, yang membuat orang menduga tidak adanya regulasi mengenai warna dan pola dari helm tersebut. Mengenai bentuk dan kelengkapan helm ini sendiri tidak berubah dari awal sampai akhir perang, dan kini pola ikatan ke lehernya banyak ditiru oleh pemain olahraga ekstrim seperti skateboard dan rollerblade!
Fallschirmschützen-bluse – Baju lapis/luar pasukan parasut. Bisa dibilang bahwa inilah bagian dari seragam Fallschirmjäger yang paling gampang dikenali. Pola baju lapis (smock) pertama menutupi seluruh seragam dan celana di bagian dalam dan direkatkan dengan ritsleting ganda yang terletak di bagian tengah garmen. Ritsleting yang sama terdapat di bagian kaki sehingga menimbulkan ‘penampakan’ blus yang kuat. Pola ini kemudian digantikan dengan baju lapis berbentuk ‘step-in’ berwarna abu-abu/hijau yang direkatkan dengan ritsleting depan tertutup (sama dengan kancing pada fliegerbluse). Pola ini berkembang lagi setelah saku bagian luar dan pengikat kancing di antara kaki ikut ditambahkan. Pola baju lapis Fallschirmjäger yang seperti ini dinamakan dengan pola ‘Splinter’ (Pecahan), yang diambil dari variasi kamuflase standar ‘coklat dan air’ yang dipakai. Seperti biasanya, manusia-manusia kreatif dari unit Fallschirmjäger seakan gatal untuk menambahkan variasi ciptaan mereka sendiri, dengan umumnya berbentuk tambahan saku di lengan baju untuk menyimpan pistol suar atau amunisi.
Fliegermütze – Topi penerbang. Terbuat dari kain berwarna biru keabu-abuan dan berbentuk ‘Schiffchen’ atau ‘perahu kecil’ yang terbalik. Topi semacam ini dipakai sampai dengan tahun 1943 dan kemudian digantikan dengan ‘Einheitsfliegermütze’, versi yang paling disenangi oleh para anggota Fallschirmjäger dan Luftwaffe secara umum, sehingga dipakai sampai dengan akhir perang.
Fliegerbluse – Blus penerbang. Dengan warna khas Luftwaffe, biru keabu-abuan, dan merupakan seragam tunik standar bagi setiap anggota penerbang. Kancingnya sengaja berada dalam keadaan tersembunyi demi mencegah tersangkut dengan alat-alat penerbangan di dalam pesawat. Ukuran seragam ini sengaja dibuat lebih pendek dibandingkan dengan tunik sejawatnya dari Angkatan Darat (Heer). Pola pertama tidak dilengkapi dengan saku, tapi kemudian bentuk ini dirubah pada tahun 1940 dan saku tambahan direkatkan dalam Fliegerbluse.
Fallschirmschützen-hosen – Celana panjang (pantalon) pasukan parasut. Celana ini berbeda dengan celana panjang standar Luftwaffe lainnya dalam hal warnanya yang abu-abu atau hijau dan bentuknya yang lebih longgar di bagian kaki supaya ketika sepatu dimasukkan, maka sebagian dari celana ini menyembul keluar. Kalau masih belum ngerti, seperti ketika kita memakai kemeja buat ke ondangan, dimana ujung si kemeja tersebut tidak seluruhnya dimasukkan ke celana (Jojon itu namanya!) tapi sebagian sedikit disembulkan keluar. Pantalon ini diperlengkapi pula dengan saku tambahan yang terletak di bagian kaki kanan sebagai tempat menyimpan pisau gravitasi. Satu lagi yang unik, celana jenis ini mempunyai celah di bagian lutut kedua kaki yang dapat dibuka demi memudahkan bila sewaktu-waktu harus mengeluarkan pelindung lutut yang dipasang di bagian dalam celana (bentuknya persis seperti pelindung lutut yang kini umum dipakai oleh para pemain skateboard atau rollerblade)
Fallschirmschützen-Stahlhelm – Helm pasukan parasut. Pola pertama helm para ini diperkenalkan pada tahun 1935 dan merupakan versi ‘terpotong’ dari helm standar Angkatan Darat Jerman. Pola kedua diperkenalkan pada tahun 1938, dan mempunyai warna biru keabu-abuan. Warna ini seringkali berubah seiring dengan berlalunya waktu, bervariasi tergantung dari si pemakai yang kadangkala menambahkan warna tambahan tersendiri atau warna kamuflase berloreng. Ini yang menyebabkan banyaknya foto yang beredar yang memperlihatkan helm Fallschirmjäger dengan warna-warna yang tidak sama, yang membuat orang menduga tidak adanya regulasi mengenai warna dan pola dari helm tersebut. Mengenai bentuk dan kelengkapan helm ini sendiri tidak berubah dari awal sampai akhir perang, dan kini pola ikatan ke lehernya banyak ditiru oleh pemain olahraga ekstrim seperti skateboard dan rollerblade!
Fallschirmschützen-bluse – Baju lapis/luar pasukan parasut. Bisa dibilang bahwa inilah bagian dari seragam Fallschirmjäger yang paling gampang dikenali. Pola baju lapis (smock) pertama menutupi seluruh seragam dan celana di bagian dalam dan direkatkan dengan ritsleting ganda yang terletak di bagian tengah garmen. Ritsleting yang sama terdapat di bagian kaki sehingga menimbulkan ‘penampakan’ blus yang kuat. Pola ini kemudian digantikan dengan baju lapis berbentuk ‘step-in’ berwarna abu-abu/hijau yang direkatkan dengan ritsleting depan tertutup (sama dengan kancing pada fliegerbluse). Pola ini berkembang lagi setelah saku bagian luar dan pengikat kancing di antara kaki ikut ditambahkan. Pola baju lapis Fallschirmjäger yang seperti ini dinamakan dengan pola ‘Splinter’ (Pecahan), yang diambil dari variasi kamuflase standar ‘coklat dan air’ yang dipakai. Seperti biasanya, manusia-manusia kreatif dari unit Fallschirmjäger seakan gatal untuk menambahkan variasi ciptaan mereka sendiri, dengan umumnya berbentuk tambahan saku di lengan baju untuk menyimpan pistol suar atau amunisi.
Fallschirmschützen-steiffel – Sepatu pasukan parasut. Ini adalah perlengkapan unik lainnya yang melekat pada pasukan Fallschirmjäger Jerman. Sepatu ini terbuat dari kulit berwarna hitam atau coklat dengan sol tambahan di sekitar pergelangan kaki untuk memberi perlindungan ketika mendarat dari penerjunan. Model awal mempunyai tali pengikat di bagian samping yang dirubah menjadi bagian depan di tahun 1940. Sepatu jenis ini mempunyai sol sepatu berbahan karet pada awalnya, meskipun ketika perang berlanjut maka pada tahun 1941 bahan ini digantikan dengan sol kulit yang menyatu dengan bagian sepatu di atasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar