Oleh : Hostuf Rizal
Ketika pada bulan Agustus 1914 pecah PD I, pasukan Jerman dan Inggris yang bertempur di daratan Eropa, khususnya di Belgia dan Perancis, terlibat dalam pertempuran parit yang sengit dan melelahkan. Kedua pasukan yang sibuk bertempur mengerahkan semua taktik yang dimiliki. Namun pasukan Jerman yang lebih unggul dalam strategi tempur, terutama dengan personel snipernya, menjadi pencabut nyawa yang menakutkan bagi pasukan Inggris. Setiap pasukan Inggris yang berusaha memunculkan wajahnya dari parit perlindungan segera terjengkang tewas akibat ditembus peluru sniper Jerman yang tepat menghantam mulut atau kepala dan kemudian menembus bagian belakang kepala. Tembakan sniper ke arah mulut lalu menjebol tengkorak kepala merupakan cara yang paling disukai oleh para sniper Jerman semasa PD I, alhasil, pasukan di pihak Inggris pun banyak yang berjatuhan akibat peran sniper Jerman.
Setiap harinya, satu batalion pasukan Inggris kehilangan 12-18 personel akibat tembakan sniper jarak jauh Jerman. Keunggulan sniper Jerman itu tak hanya membuat pasukan reguler Inggris ketakutan, dan melemahkan moral setiap prajurit, para sniper Inggris yang ditugaskan untuk melumpuhkan sniper Jerman pun dibuat kebingungan. Untuk melindungi diri dari bidikan sniper Jerman, sniper Inggris yang bersembunyi di sebuah pos dan dilindungi dua pelat baja pada lubang pengintip, ternyata masih dibuat tak berdaya. Lubang kecil pengintip yang dimanfaatkan sniper Inggris itu masih dapat dibidik sniper Jerman, dengan memanfaatkan lubang untuk lewatnya peluru mengenai sasaran. Akibat tembakan akurat tersebut, personel yang sedang melakukan observasi pun tewas terjangkang akibat peluru yang seketika menghantam kepala para prajurit.
Kehebatan sniper Jerman yang semasa PD I mampu menumbangkan banyak prajurit Inggris bukan hanya berkat latihan keras tapi juga didukung kultur masyarakat Jerman yang sejak kecil memang gemar berburu. Secara kebetulan hutan yang membentang di sepanjang wilayah jerman dan Austria bukan hutan lebat sehingga memudahkan warga Jerman untuk pergi berburu.
Sejak kecil anak laki-laki Jerman sudah terbiasa menggunakan senapan dan memiliki kemampuan menembak tepat sasaran yang sebelumnya diasah melalui klub-klub menembak. Sementara itu untuk membuktikan kemahirannya, kelompok penembak yang terdiri dari sejumlah remaja pergi berburu dan saling berlomba untuk menjadi penembak tepat sasaran terbaik. Selain mengincar target buruan, para pemburu Jerman juga belajar mengobservasi medan, mengendap-endap, dan melakukan tembakan tepat sasaran.
Kegiatan berburu merupakan kegiatan yang sangat digemari remaja Jerman pada tahun 1914, dan ketika mereka bergabung dengan militer, hampir semua prajurit Jerman memiliki kemampuan menembak jarak jauh. Kemampuan menembak tersebut berawal dari kegiatan berburu dan secara intensif kemampuan tersebut diasah kembali saat mereka bergabung dengan militer. Menjadikan mereka menjadi prajurit handal yang berkualifikasi “Sniper”.
Kebiasaan pemuda Jerman berburu di hutan sehingga secara alami mampu mengembleng mereka menjadi penembak jitu handal tentunya jauh beda dibandingkan dengan kebiasaan di Inggris yang lebih manja. Secara geografis Inggris memiliki hutan-hutan yang lebat dan orang-orang yang pergi berburu hanyalah dari kalangan bangsawan, bukan masyarakat biasa. Kalangan bangsawan yang pergi berburu biasanya untuk menembak kelinci atau rusa, dan tujuannya bukan untuk mengasah kemampuan menembak, melainkan sekedar memenuhi hasrat dan gengsi mereka sebagai seorang bangsawan yang terhormat. Ketika berburu, senapan mereka ada yang membawakan dan binatang yang tertembak pun diambil dan diangkut oleh caddy yang selalu setia menemani. Akibat kegiatan berburu yang hanya dilakukan oleh para bangsawan itu, maka bisa dimaklumi jika para pemuda Inggris yang kemudian masuk militer kurang pengalaman dalam menggunakan senjata api dan kurang bisa diandalkan dalam menembak jarak jauh. Dalam hal ini Inggris harus belajar banyak dari Jerman yang mengajarkan pemuda-pemudanya menjadi para penembak jitu yang terlatih secara alamiah, yakni kemampuan menembak yang terlahir dari kebiasaan berburu mereka.
Sumber :
Setiap harinya, satu batalion pasukan Inggris kehilangan 12-18 personel akibat tembakan sniper jarak jauh Jerman. Keunggulan sniper Jerman itu tak hanya membuat pasukan reguler Inggris ketakutan, dan melemahkan moral setiap prajurit, para sniper Inggris yang ditugaskan untuk melumpuhkan sniper Jerman pun dibuat kebingungan. Untuk melindungi diri dari bidikan sniper Jerman, sniper Inggris yang bersembunyi di sebuah pos dan dilindungi dua pelat baja pada lubang pengintip, ternyata masih dibuat tak berdaya. Lubang kecil pengintip yang dimanfaatkan sniper Inggris itu masih dapat dibidik sniper Jerman, dengan memanfaatkan lubang untuk lewatnya peluru mengenai sasaran. Akibat tembakan akurat tersebut, personel yang sedang melakukan observasi pun tewas terjangkang akibat peluru yang seketika menghantam kepala para prajurit.
Kehebatan sniper Jerman yang semasa PD I mampu menumbangkan banyak prajurit Inggris bukan hanya berkat latihan keras tapi juga didukung kultur masyarakat Jerman yang sejak kecil memang gemar berburu. Secara kebetulan hutan yang membentang di sepanjang wilayah jerman dan Austria bukan hutan lebat sehingga memudahkan warga Jerman untuk pergi berburu.
Sejak kecil anak laki-laki Jerman sudah terbiasa menggunakan senapan dan memiliki kemampuan menembak tepat sasaran yang sebelumnya diasah melalui klub-klub menembak. Sementara itu untuk membuktikan kemahirannya, kelompok penembak yang terdiri dari sejumlah remaja pergi berburu dan saling berlomba untuk menjadi penembak tepat sasaran terbaik. Selain mengincar target buruan, para pemburu Jerman juga belajar mengobservasi medan, mengendap-endap, dan melakukan tembakan tepat sasaran.
Kegiatan berburu merupakan kegiatan yang sangat digemari remaja Jerman pada tahun 1914, dan ketika mereka bergabung dengan militer, hampir semua prajurit Jerman memiliki kemampuan menembak jarak jauh. Kemampuan menembak tersebut berawal dari kegiatan berburu dan secara intensif kemampuan tersebut diasah kembali saat mereka bergabung dengan militer. Menjadikan mereka menjadi prajurit handal yang berkualifikasi “Sniper”.
Kebiasaan pemuda Jerman berburu di hutan sehingga secara alami mampu mengembleng mereka menjadi penembak jitu handal tentunya jauh beda dibandingkan dengan kebiasaan di Inggris yang lebih manja. Secara geografis Inggris memiliki hutan-hutan yang lebat dan orang-orang yang pergi berburu hanyalah dari kalangan bangsawan, bukan masyarakat biasa. Kalangan bangsawan yang pergi berburu biasanya untuk menembak kelinci atau rusa, dan tujuannya bukan untuk mengasah kemampuan menembak, melainkan sekedar memenuhi hasrat dan gengsi mereka sebagai seorang bangsawan yang terhormat. Ketika berburu, senapan mereka ada yang membawakan dan binatang yang tertembak pun diambil dan diangkut oleh caddy yang selalu setia menemani. Akibat kegiatan berburu yang hanya dilakukan oleh para bangsawan itu, maka bisa dimaklumi jika para pemuda Inggris yang kemudian masuk militer kurang pengalaman dalam menggunakan senjata api dan kurang bisa diandalkan dalam menembak jarak jauh. Dalam hal ini Inggris harus belajar banyak dari Jerman yang mengajarkan pemuda-pemudanya menjadi para penembak jitu yang terlatih secara alamiah, yakni kemampuan menembak yang terlahir dari kebiasaan berburu mereka.
Sumber :
Majalah Angkasa Edisi Koleksi- The Great Stories of Sniper. Edisi koleksi No. 78 Tahun 2012 (Februari 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar