Ada begitu banyak cerita tentang perang dunia kedua. Kengeriannya, pembantaiannya, dan kegigihan prajurit yang rela mati demi negaranya telah banyak dikisahkan secara turun temurun untuk mengingat-ingat betapa perang hanya membawa petaka semata. Pun kesemuanya sudah pernah difilmkan dengan beragam bintang dan sutradara dari berbagai era. Namun siapa sangka ada tema yang segar, yang membawa tank sebagai sudut pandang cerita. Ya, Fury judulnya. Sebuah film tentang tank Sherman yang menjadi senjata bagi sebuah pasukan untuk membantai habis serdadu Nazi yang sedang menuju kehancurannya.
Fury diambil dari nama tank yang menjadi pusat aktifitas dari film ini. Ia mengambil setting pada tahun terakhir Perang Dunia Kedua, yang menceritakan tentang seorang anak muda yang tidak terlatih berperang kemudian berproses menjadi mesin pembunuh. Norman Ellison (Logan Lerman) namanya. Ia berada di bawah komando Don 'Wardaddy' Collier (Brad Pitt). Ellison menjadi asisten Trini 'Gordo' Garcia (Michael Pena) yang mengemudikan tank. Ia menggantikan asisten pengemudi sebelumnya yang tewas. Pun ada dua orang lagi dalam tank tersebut yang masih dalam komando Collier, yakni Boyd 'Bible' Swan (Shia LeBeouf), penembak yang religius dan Grady 'Coon-Ass' Travis (Jon Bernthal) selaku pengisi amunisi. Keempat orang itu, terutama Collier, memiliki saham dalam membentuk Ellison sebagai prajurit yang tanpa belas kasih terhadap musuh.
Fury memiliki plot yang tidak begitu kuat dan hanya berkisah tentang perjalanan tank yang berjenis M4A3E8 Sherman. Jika dibaca dengan psikologi global masa kini, Fury tidak begitu efektif untuk mengisahkan tentang rasa nasionalisme, kepahlawanan maupun persaudaraan. Yang terjadi, Fury justru menggambarkan sebuah film yang tidak fokus namun mengganggu karena rasa takut yang diceritakan dari seberapa banyak tank ini membunuh lawannya.
David Ayer selaku sutradara memang tak membuang secara percuma USD 70 juta. Karena Fury memiliki kapasitasnya sebagai film kelas atas yang berada di atas rata-rata film perang yang sudah muncul. Detail scene, dengan populasi prajurit yang masif, tahanan perang dan tank-tank lain yang berseliweran di sepanjang film menjadikan film ini enak dilihat. Banyaknya tank Sherman menunjukkan Collier tidak sendiri dalam memimpin pasukan tank-nya. Meski pada akhirnya, Fury terpojok diantara para prajurit Jerman.
Film perang rasanya kurang lengkap jika tanpa tragedi. Akhir ceritanya pun mirip Saving Private Ryan, yang hanya menyisakan Ryan sebagai penutur kisah. Pun dengan Fury, yang hanya menyisakan Ellison sebagai satu-satunya awak Fury yang selamat. Sementara Grady, Bible dan Gordo tewas menyusul kemudian Collier yang terkena ledakan granat. Namun bukan film Amerika jika ending prajurit dalam filmnya harus kalah. Karena esok hari pasca perang yang melibatkan Fury, tentara Amerika Serikat datang dan memastikan bahwa tentara Jerman sudah kalah.
Fury diambil dari nama tank yang menjadi pusat aktifitas dari film ini. Ia mengambil setting pada tahun terakhir Perang Dunia Kedua, yang menceritakan tentang seorang anak muda yang tidak terlatih berperang kemudian berproses menjadi mesin pembunuh. Norman Ellison (Logan Lerman) namanya. Ia berada di bawah komando Don 'Wardaddy' Collier (Brad Pitt). Ellison menjadi asisten Trini 'Gordo' Garcia (Michael Pena) yang mengemudikan tank. Ia menggantikan asisten pengemudi sebelumnya yang tewas. Pun ada dua orang lagi dalam tank tersebut yang masih dalam komando Collier, yakni Boyd 'Bible' Swan (Shia LeBeouf), penembak yang religius dan Grady 'Coon-Ass' Travis (Jon Bernthal) selaku pengisi amunisi. Keempat orang itu, terutama Collier, memiliki saham dalam membentuk Ellison sebagai prajurit yang tanpa belas kasih terhadap musuh.
Fury memiliki plot yang tidak begitu kuat dan hanya berkisah tentang perjalanan tank yang berjenis M4A3E8 Sherman. Jika dibaca dengan psikologi global masa kini, Fury tidak begitu efektif untuk mengisahkan tentang rasa nasionalisme, kepahlawanan maupun persaudaraan. Yang terjadi, Fury justru menggambarkan sebuah film yang tidak fokus namun mengganggu karena rasa takut yang diceritakan dari seberapa banyak tank ini membunuh lawannya.
David Ayer selaku sutradara memang tak membuang secara percuma USD 70 juta. Karena Fury memiliki kapasitasnya sebagai film kelas atas yang berada di atas rata-rata film perang yang sudah muncul. Detail scene, dengan populasi prajurit yang masif, tahanan perang dan tank-tank lain yang berseliweran di sepanjang film menjadikan film ini enak dilihat. Banyaknya tank Sherman menunjukkan Collier tidak sendiri dalam memimpin pasukan tank-nya. Meski pada akhirnya, Fury terpojok diantara para prajurit Jerman.
Film perang rasanya kurang lengkap jika tanpa tragedi. Akhir ceritanya pun mirip Saving Private Ryan, yang hanya menyisakan Ryan sebagai penutur kisah. Pun dengan Fury, yang hanya menyisakan Ellison sebagai satu-satunya awak Fury yang selamat. Sementara Grady, Bible dan Gordo tewas menyusul kemudian Collier yang terkena ledakan granat. Namun bukan film Amerika jika ending prajurit dalam filmnya harus kalah. Karena esok hari pasca perang yang melibatkan Fury, tentara Amerika Serikat datang dan memastikan bahwa tentara Jerman sudah kalah.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar