Senin, 21 Desember 2009

SS-Hauptsturmführer Aribert Heim (1914-1992), 'Dokter Kematian' Yang Meninggal Sebagai Seorang Penganut Agama Islam!

Aribert Heim sebagai seorang dokter setelah Perang Dunia II berakhir







Dalam banyak situs dan buku disebutkan bahwa ini adalah foto Aribert Heim sewaktu masih menjadi prajurit dan dokter SS, padahal itu adalah salah besar! Sebenarnyalah, ini adalah Obersturmführer Fredrik Jensen, sukarelawan SS asal Norwegia yang dituduh membantu pelarian Aribet Heim





Para tahanan di luar barak Kamp Konsentrasi Mauthausen di Austria, dalam sebuah foto yang dibuat oleh tawanan Swiss secara sembunyi-sembunyi. Disinilah Aribert Heim pernah bertugas dan karenanya mendapat julukan "Doctor Death"





Catatan tentang kegiatan sehari-hari Aribert Heim sewaktu bertugas sebagai dokter di Mauthausen. Seperti kebanyakan orang Jerman lainnya, Dr. Heim sangat teliti akan sejarah kehidupannya dan selalu mencatat peristiwa-peristiwa yang dianggap mengesankan





Hotel Kasr el Madina di Kairo yang menjadi tempat tinggal Aribert Heim selama persembunyiannya di Mesir dengan nama samaran Tarek Hussein Farid





Aribert Heim dalam salah satu foto langka ketika sedang berlibur di Alexandria, Mesir, tahun 1971. Disana dia mempunyai sebuah rumah pantai. Biasanya Dr. Heim menolak untuk difoto meskipun sehari-harinya dia adalah seorang fotografer amatir yang selalu membawa kamera kemana-mana!





Rüdiger Heim, anak dari Dr. Aribert Heim, difoto di Baden-Baden, Jerman. Dia hadir pada saat ayahnya dijemput maut ketika sedang menonton pertandingan Olimpiade





“Bahkan meskipun usianya telah begitu lanjut, orang tua keturunan Jerman berbadan atletis dengan tinggi menjulang itu masih mampu untuk mendisiplinkan dirinya dengan secara rutin berjalan setiap hari sejauh 15 kilometer melalui jalan-jalan sibuk ibukota Mesir. Rutenya tak pernah berubah, menuju ke Masjid Al-Azhar (dimana dia pernah mengikrarkan keislamannya) lalu dilanjutkan ke café J. Groppi yang penuh ornamen di bawahnya. Disana biasanya dia memesan bolu coklat untuk kawan-kawannya dan permen beraneka macam untuk anak-anak mereka. Anak-anak tersebut begitu menyukai Paman Tarek, sementara masyarakat lokal mengenalnya dengan nama Tarek Hussein Farid.”



Oleh : Alif Rafik Khan



Aribert Ferdinand Heim (28 Juni 1914-10 Agustus 1992) adalah mantan dokter dari Austria yang lebih dikenal sebagai “Dokter Kematian”. Sebagai seorang dokter SS di kamp konsentrasi Nazi Mauthausen, dia dituduh telah melakukan pembunuhan dan penyiksaan terhadap para penghuni kamp dengan metode yang bervariasi, seperti cairan racun yang disuntikkan secara langsung ke jantung korbannya. Setelah perang, dia diketahui telah tinggal selama bertahun-tahun di Kairo, Mesir, dengan memakai nama samaran Tarek Farid Hussein, dan dilaporkan meninggal dunia disana tanggal 10 Agustus 1992 karena kanker dubur. Jenazah dan bahkan kuburannya pun tak pernah ditemukan! Di akhir dari film dokumenter BBC (yang disiarkan tanggal 12 September 2009), dikatakan bahwa polisi Jerman telah mengunjungi Kairo tahun 2009 tapi tidak pernah menemukan bukti-bukti tentang kematian Heim.



Heim dilahirkan di Bad Radkersburg, Austro-Hungaria. Dia adalah anak dari petugas polisi sementara ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Heim lalu belajar kedokteran di Graz, dan mendapat gelar Doktornya di Wina. Setelah Anschluss Austria dengan Jerman tahun 1938, dia bergabung dengan SS. Di musim panas 1940 dia mendaftar secara sukarela di Waffen-SS, dan pangkatnya menanjak menjadi Hauptsturmführer (Kapten).



Bulan Oktober 1941, Heim dikirim ke kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen, dimana disana dia dituduh telah menjalankan beberapa eksperimen medis dengan para tawanan sebagai bahan percobaannya. Setelah dari sana, Heim ditransfer lagi ke Rumah Sakit lapangan SS di Wina.



Para tawanan di Mauthausen menyebut Heim sebagai “Dr. Death”. Selama sekitar dua bulan (Oktober sampai Desember 1941), Heim bertugas di kamp bernama Ebensee di dekat Linz, Austria, dimana dia melakukan eksperimen-eksperimen yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Josef Mengele di Auschwitz. Berdasarkan keterangan dari para penuduhnya, para tawanan diracun dengan suntikan-suntikan berisi macam-macam yang diarahkan ke jantung, termasuk bensin, air, zat asam karbol dan racun – untuk membuat kematian datang lebih cepat. Dilaporkan juga bahwa dia telah melakukan pemindahan organ-organ tubuh dari sang pasien tanpa melalui proses pembiusan!



Berdasarkan keterangan dari orang Yahudi mantan penghuni Mauthausen, suatu waktu datang pemuda Yahudi berusia 18 tahun ke klinik Heim dengan keluhan peradangan kaki. Ketika ditanyakan oleh Heim mengapa dia kelihatan begitu sehat, dia berkata bahwa dia adalah mantan pemain sepakbola dan juga perenang profesional. Bukannya merawat kaki pasiennya, Heim malahan membiusnya dengan anesthesia, membedah badannya, mengambil satu ginjal, memindahkan yang kedua dan menyunatnya. Belum cukup, kepala orang tersebut dipenggal dan Heim memisahkan daging dari tengkorak kepalanya, dan digunakan sebagai penindih kertas dan juga untuk diperlihatkan pada teman-temannya. Sekali lagi, ini adalah penuturan seorang Yahudi yang kebenarannya biasanya sangat dipertanyakan!



Dari Februari 1942, Heim bertugas di Divisi Gunung SS ke-6 “Nord” yang beroperasi di Finlandia Utara, terutama di Rumah Sakit Oulu sebagai dokter SS. Masa tugasnya berlanjut sampai sekitar Oktober 1942.



Tanggal 15 Maret 1945 Heim tertangkap oleh tentara Amerika dan dikirim ke kamp tawanan perang. Tak lama dia dikeluarkan dan memilih untuk bekerja sebagai dokter ahli kandungan di Baden-Baden sampai kehilangannya secara misterius tahun 1962. Awalnya adalah ketika dia menelepon rumahnya dan diberitahukan bahwa polisi telah menunggu kedatangannya. Sebelumnya, Heim memang pernah diinterogasi dalam beberapa kesempatan, dan dia mengambil kesimpulan bahwa kali ini masalahnya sudah sangat serius sehingga memutuskan untuk bersembunyi. Sejak saat itu surat perintah internasional dikeluarkan untuk penangkapannya. Berdasarkan keterangan dari anaknya Rüdiger Heim, ayahnya ‘berkelana’ (memangnya Oma!) ke Prancis dan Spanyol, lalu lanjut ke Maroko untuk berakhir di Mesir melalui jalur Libya. Menurut Alois Brunner sendiri, yang di zaman perang menjadi asisten utama Adolf Eichmann, Heim adalah perwira Nazi kedua yang paling dicari oleh Sekutu!



Tahun 2006, sebuah koran Jerman melaporkan bahwa anak perempuan Heim yang bernama Waltraud (tinggal di Puerto Montt, Cili) mengaku bahwa ayahnya telah meninggal dari tahun 1993. Tapi ketika Waltraud berusaha mengklaim uang warisan sejumlah satu juta dolar dalam rekening atas nama ayahnya, dia tak mampu menghadirkan syarat utama pencairan : sertifikat kematian Aribert Heim.



Bulan Agustus 2008, giliran Rüdiger yang berusaha mengambil aset ayahnya! Untuk melancarkan usahanya, dia meminta agar Aribert Heim secara resmi dinyatakan meninggal sehingga sertifikat yang sangat dinanti-nanti itu bisa nongol. Rüdiger meyakinkan bahwa uang warisan ayahnya akan didonasikan untuk proyek-proyek penelitian yang akan mendokumentasikan kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh SS di kamp-kamp konsentrasi.

Setelah bertahun-tahun diberitakan nongol dalam ‘penampakan-penampakan’ palsu, akhirnya misteri keberadaan dan tempat persembunyian Heim yang sebenarnya terkuak lewat reportase ganda saluran televisi Jerman ZDF dan New York Times di bulan Februari 2009. mereka memberitakan bahwa selama ini dia telah hidup dengan nama samaran Tarek Farid Hussein di Mesir, dan meninggal karena kanker usus di Kairo tahun 1992.



Heim telah tinggal di Kairo dari sejak tahun 1962, dimana diketahui bahwa dia telah memeluk Islam! Berdasarkan keterangan tetangganya disana, “Kehidupannya sangat teratur: berolahraga di pagi hari, kemudian shalat di Masjid utama Al-Azhar. Kebanyakan waktunya di siang hari dihabiskan dengan membaca dan menulis sambil duduk di kursi goyang.” Reporter yang ditugaskan untuk meneliti keberadaannya berhasil menemukan sertifikat kematian yang dikeluarkan oleh pemerintah Mesir dan membuktikan keabsahannya.



Dalam sebuah wawancara di villa keluarga Heim di Baden-Baden, anaknya Rüdiger mengaku untuk pertama kalinya bahwa dia berada bersama ayahnya pada saat kematiannya, tepatnya ketika sedang berlangsung pertandingan Olimpiade, dan Heim meninggal di hari yang sama dengan penutupan Olimpiade tersebut (ada yang masih ingat di kota mana Olimpiade tahun 1992 diadakan? Betul! Di Cianjur!).



Bisa dibilang bahwa sampai saat meninggalnya, keberadaan terang manusia ini tak pernah diketahui. Hal ini bisa dibilang luar biasa, mengingat bahwa dari tahun ke tahun Heim telah menjadi sasaran pencarian yang begitu pentingnya, terbukti dari hadiah atas penangkapannya yang dari waktu ke waktu semakin meningkat (contoh kasus lain adalah yang menimpa Klaus Barbie, yang tertangkap setelah sekian lama bersembunyi). Setelah dia melarikan diri, laporan-laporan bermunculan yang memberitakan bahwa dia telah terlihat di Amerika Latin, Spanyol dan Afrika. Begitu rapinya pelarian Heim, sehingga bahkan beberapa investigasi resmi untuk mengungkap keberadaannya dan menyeret dia ke penjara, dilakukan setelah dia meninggal di Mesir! Pemerintah Jerman menawarkan 150.000 Deutsche Marks hanya untuk sekedar informasi mengenai keberadaannya, sementara Simon Wiesenthal Center tidak tanggung-tanggung meluncurkan Operation Last Chance, sebuah proyek untuk membantu pemerintah Jerman dalam melacak lokasi dan menangkap para tertuduh penjahat perang Nazi yang masih bernafas. Catatan pajak menunjukkan bahwa, sampai dengan akhir tahun 2001, pengacara Heim meminta pihak berwenang Jerman untuk mengembalikan pendapatan pajak utama yang selama ini dibebankan kepadanya karena dia telah tinggal di luar negeri.



Diyakini bahwa Heim telah pindah ke Spanyol setelah meninggalkan Paysandú, Uruguay, ketika keberadaannya telah terendus oleh badan intelijen Mossad Israel.



Dilaporkan bahwa Heim bersembunyi di Amerika Selatan, Spanyol dan Balkan, meskipun tinggalnya di Spanyol lah yang baru benar-benar terkonfirmasi. Efraim Zuroff dari Wiesenthal Center berinisiatif untuk mengadakan pencarian aktif untuk melacaknya, dan pada akhir tahun 2005 pihak kepolisian Spanyol secara keliru menyebutkan keberadaannya di Palafrugell. Berdasarkan berita dari El Mundo, Heim telah ditolong oleh teman sejawat Otto Skorzeny, yang selama ini mengorganisasikan basis ODESSA terbesar di Spanyol yang dikuasai oleh Franco yang fasis. Laporan pers pertengahan Oktober 2005 memperkirakan bahwa “kemungkinan besar” Heim pernah ditangkap oleh kepolisian Spanyol. Dahsyatnya, dalam beberapa hari didapat keterangan tambahan yang menyebutkan bahwa untuk kesekian kalinya Aribert Heim berhasil menghindari penangkapan atas dirinya dan kabur kembali, entah ke bagian lain dari Spanyol atau ke Denmark.



Fredrik Jensen, warga negara Norwegia yang pernah menjadi sukarelawan SS-Obersturmführer zaman perang, ikut diselidiki oleh polisi bulan Juni 2007 dan dituduh ikut terlibat dalam usaha pelarian diri Aribert Heim. Tuduhan itu dibantah mentah-mentah oleh Jensen.



Berdasarkan publikasi tahun 2007 oleh mantan Kolonel Angkatan Udara Israel Danny Baz, Heim sebenarnya telah diculik dari Kanada dan dibawa ke Santa Catalina di dekat pantai California, dimana akhirnya dia dihabisi oleh tim pemburu Nazi dengan nama panggilan “The Owl” tahun 1982. Baz sendiri mengklaim ikut menjadi bagian dari grup ini. Keterangan ini dibantah oleh Simon Wiesenthal Center di Yerusalem dan pemburu Nazi Prancis terkenal, Serge Klarsfeld.



Pada bulan Juli 2007, Kementerian Kehakiman Austria mendeklarasikan bahwa mereka akan membayar 50.000 Deutsche Marks pada siapa saja yang dapat memberikan informasi mengenai keberadaan Heim, sehingga orang ini dapat diekstradisi ke negara asalnya Austria dan diadili disana.



Tanggal 6 Juli 2008 Dr. Efraim Zuroff, pemburu Nazi dari Simon Wiesenthal Centre, berangkat ke Amerika Selatan sebagai bagian dari kampanye publik untuk menangkap orang Nazi yang paling diburu di dunia dan membawanya ke pengadilan. Zuroff mengklaim bahwa Heim masih hidup dan bersembunyi di Patagonia, bisa di Cili bisa pula di Argentina. Insting pembohong Yahudinya seperti biasa nongol ketika dia membual tentang keyakinannya bahwa Heim masih hidup dan suatu organisasi khusus telah dibuat untuk menangkapnya dalam waktu beberapa minggu.



Pada tahun 2008 Simon Wiesenthal Center telah mempublikasikan 10 kriminal Nazi yang paling diburu, dan salah satunya adalah Aribert Heim!



Bagaimana dengan kehidupan Heim sendiri sewaktu dalam “persembunyiannya” di Mesir?



Teman dan kenalannya di Mesir mengenalnya sebagai seorang fotografer amatir yang selalu membawa kamera di lehernya kemanapun dia pergi. Dia selalu mengabadikan setiap peristiwa yang dianggap berkesan, tapi anehnya dia sendiri selalu menolak untuk difoto! Kalau saja teman-temannya tahu jati diri sesungguhnya dari ‘Paman Tarek’....



Sebuah koper berdebu dengan gesper yang telah berkarat yang tergeletak di sebuah toko yang terlupakan di Kairo telah menjadi saksi pelarian Heim ke Timur Tengah. Koper tersebut telah didapat oleh para penyelidik The New York Times dan stasiun televisi Jerman ZDF dari anggota keluarga Doma, pemilik hotel tempat Dr. Heim tinggal selama ini. Dalam koper itu terdapat kunci yang mengungkap rahasia kehidupan dan kematiannya selama di Mesir.



Koper itu menyimpan arsip halaman-halaman yang telah menguning, beberapa dalam amplop yang masih tersegel, dari surat-surat Dr. Heim dan tes kesehatannya, catatan finansialnya, dan juga klipingan artikel majalah Jerman yang digarisbawahi tentang berita pemburuannya. Selain itu, ada pula klipingan pengadilan in absentia atas nama Aribert Heim, juga gambar-gambar tentara dan kereta api yang dibuat oleh anaknya yang telah dia tinggalkan di Jerman. Beberapa dokumen atas nama Heim, dan beberapa lagi atas nama Farid. Uniknya, dokumen-dokumen atas nama Tarek Farid Hussein (termasuk aplikasi permohonan kewarganegaraan Mesir yang diajukannya) menyebutkan tanggal dan tempat lahir yang sama dengan Aribert Heim asli, 28 Juni 1914 di Bad Radkersburg, Austro-Hungaria.



Meskipun tak ada satupun dari 10 teman terdekat dan kenalannya yang mengetahui identitas asli Tarek Farid Hussein (atau Tarek Hussein Farid), mereka semua telah berkesimpulan bahwa orang ini pastilah merupakan seorang pelarian. “Pendapat saya, berdasarkan dari apa yang ayah saya ceritakan, bahwa kemungkinan besar paman Tarek mempunyai masalah dengan orang-orang Yahudi di masa lalunya, sehingga dia akhirnya mencari tempat perlindungan ke Kairo,” kata Tarek Abdelmoneim el Rifai, anak dari Abdelmoneim el Rifai, 88 tahun, dokter gigi pribadi Heim dan teman terdekatnya.



Sebuah salinan sertifikat kematian yang didapat dari pejabat yang berwenang di Mesir mengkonfirmasikan bahwa seorang lelaki yang dipanggil dengan nama Tarek Hussein Farid telah meninggal di tahun 1992. “Tarek Hussein Farid adalah nama yang diambil oleh ayah saya sewaktu dia menjadi seorang mualaf dan menganut agama Islam,” kata anaknya, Rüdiger Heim. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan di villa keluarga di Baden-Baden, Rüdiger (yang saat itu berusia 53 tahun), mengaku secara terus terang untuk pertama kalinya bahwa dia berada bersama dengan ayahnya di Mesir pada saat kematian ayahnya yang disebabkan oleh kanker dubur.



“Saat itu saya masih ingat, ketika Olimpiade sedang berlangsung. Kami sedang menyaksikan pertandingan Olimpiade di televisi, dan tiba-tiba ayahku mengerang kesakitan. Tampak bahwa sakit yang dideritanya kali ini bukanlah main-main.” Kata Rüdiger, yang bertubuh tinggi sama seperti ayahnya. Tampak duka yang masih kentara di wajahnya ketika dia diminta menceritakan kembali saat-saat terakhir ayahnya, dengan nada bicara yang pelan dan tampak hati-hati. Dr. Aribert Heim meninggal setelah pertandingan berakhir, tanggal 10 Agustus 1992, berdasarkan keterangan anaknya dan sertifikat kematian dari pemerintah Mesir.



Rüdiger mendapat keterangan tentang tempat persembunyian ayahnya dari bibinya, yang juga telah meninggal. Dia tidak datang langsung saat itu juga menemui ayahnya, karena takut mendatangkan masalah pada teman-teman ayahnya di Mesir sana. Seiring dengan menyusutnya veteran perang Nazi yang masih hidup, kasus ayahnya menjadi semakin mengemuka.



Meskipun fakta baru ini akhirnya berhasil mengungkapkan lokasi sebenarnya dari tempat tinggal Dr. Heim di mesir, tapi tetap kasusnya masih belum ditutup, dikarenakan ada teka-teki baru yang masih belum terungkap : lokasi kuburan tempat peristirahatan terakhirnya!



Kematiannya adalah salah satu hal yang paling menarik dari kisah-kisah pemburuan tertuduh kriminal Nazi, sejajar dengan perburuan yang menggebu-gebu sekaligus kontroversial terhadap tokoh SS yang lain, Adolf Eichmann. Meskipun tetap gaungnya masih tidak sedahsyat keterkejutan dunia ketika mengetahui bahwa “Dr. Death” yang lain, Josef Mengele, telah meninggal dalam tempat persembunyiannya di Brazil tahun 1979, berdasarkan bukti-bukti forensik tak terbantahkan!



Data-data tentang Aribert Heim :

Nama lengkap: Aribert Ferdinand Heim

Lahir : 28 Juni 1914 di Bad Radkersburg (Austro-Hungaria)

Meninggal : 10 Agustus 1992 di Kairo (Mesir)

Unit tugas : Schutzstaffel

Tempat tugas : Kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen

Divisi Gunung SS ke-6 “Nord”





Sumber :

www.nytimes.com

www.telegraph.co.uk

www.en.wikipedia.org

www.forum.axishistory.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar