Senin, 07 Desember 2009

Tragedi Blücher Bersaudara, Saving Private Ryan ala Nazi Jerman!

Wolfgang Graf von Blücher, putra tertua di antara Blücher Bersaudara yang terbunuh dalam Pertempuran Kreta (disini pangkatnya masih sebagai Leutnant). Dia adalah seorang kakak sekaligus idola bagi adik-adiknya, dan karena pengaruhnyalah Leberecht dan Hans-Joachim bergabung dengan Fallschirmjäger





Leberecht Graf von Blücher, si penunggang kuda misterius yang terbunuh dalam usahanya membantu kakaknya yang terkepung musuh. Setelah kematiannya, banyak warga sekitar yang bersumpah telah melihat hantu dirinya sedang menunggang kuda!





Hans-Joachim Graf von Blücher, si bungsu yang meregang nyawa di usia yang masih teramat muda (17 tahun). Kehilangan ketiga anak kebanggan keluarga ini telah memukul sang ibu teramat dalam, apalagi dia baru menerima beritanya empat minggu setelah kejadian!





Wehrpaß dari Wolfgang Graf von Blücher. Dia dan adik-adiknya merupakan keturunan dari Jenderal Prusia Von Blücher yang menjadi penentu kehancuran Napoleon dalam Pertempuran Waterloo





Bagian dalam dari Wehrpaß Wolfgang Graf von Blücher yang berisi data dirinya





Foto lain dari Wolfgang Graf von Blücher, kali ini memakai seragam terjun payung Fallschirmjäger dan dengan bangga berpose dengan Ritterkreuz tersembul keluar dari jaketnya





Foto lain dari Wolfgang Graf von Blücher dengan seragam biru Luftwaffe. Wajah diri dan adik-adiknya benar-benar khas Arya, dengan rambut pirang dan mata biru!





Death Card dari Blücher Bersaudara, dengan nama-nama anggota keluarga yang berduka di bagian bawah. Perhatikan, bahwa masih ada satu orang anggota lelaki keluarga Blücher yang selamat, yaitu Leutnant zur See Adolf Graf von Blücher, dialah si "Ryan" yang sebenarnya! Kemungkinan besar bahwa si Adolf ini (bukan Hitler) ditarik dari garis pertempuran demi mencegah tertumpahnya darah Blücher keempat, sama seperti yang terjadi dalam kasus Private Ryan dalam filmnya Steven Spielberg





Batu nisan dari kuburan dua orang anggota Blücher Bersaudara. Sampai saat ini mayat Leberecht tak pernah ditemukan...





Oleh : Alif Rafik Khan



Bagi yang pernah menonton film fenomenal Saving Private Ryan karya Sutradara Yahudi Steven Spielberg, pastilah tahu akan jalan cerita film tersebut, dimana Tom Hanks dan pasukannya ditugasi untuk menarik Matt Damon dari medan laga, dengan alasan sederhana bahwa semua kakak-kakaknya telah terbunuh dalam pertempuran. Ternyatalah hal seperti ini (kakak-adik yang terbunuh dalam perang) bukanlah suatu hal yang aneh dan hanya terjadi dalam film saja, karena setiap negara mempunyai Saving Private Ryan versi mereka sendiri, seperti contohnya lima bersaudara dari keluarga Sullivan (Amerika Serikat) yang tewas dalam waktu yang sama ketika kapal laut yang mereka tumpangi tenggelam dalam perjalanannya di lautan.



Lalu bagaimana dengan Nazi Jerman yang menjadi “adonan” utama blog ini? Tentu saja ada pula yang masuk dalam kategori, salah satu di antaranya adalah si kembar Schneider dari 3./FJR5 yang sama-sama terbunuh dalam pertempuran memperebutkan Lembah 331 dekat Bou-Arada, Tunisia, awal tahun 1942. yang satu terbunuh ketika berusaha membantu saudaranya yang terluka parah, yang juga kemudian meninggal karena luka-lukanya. Ada juga Alfred Genz yang kehilangan dua orang saudaranya (Günther Genz dari FJR3 dan Harald Genz dari 2./LL.St.Rgt) dalam pertempuran di Kreta. Karena kematian tersebut, Genz menjadi satu-satunya anggota keluarga pria yang selamat dalam keluarganya, dan mendapat dispensasi untuk keluar dari ketentaraan (sama seperti dalam film Saving Private Ryan). Bukannya bersyukur, Genz malah menolaknya dan kemudian ditugasi untuk membentuk kembali batalion pertama dari Sturm Regiment yang hancur lebur di Kreta. Tanggal 1 Januari 1942 dia ditransfer ke Sekolah Pertempuran Darat Luftwaffe yang terletak di Groß-Born dimana disana dia menjadi instruktur yang menangani pelatihan para calon komandan kompi.



Yang paling terkenal dari kasus-kasus “saudara terbunuh dalam peperangan” ini adalah tragedi yang menimpa tiga orang anggota keluarga Blücher.



Di antara enam ribu lebih Fallschirmjäger yang terbunuh dalam Pertempuran Kreta, terdapat tiga orang bersaudara yang masih merupakan kerabat dari Gebhard Leberecht von Blücher, Generalfeldmarschall asal Prusia yang meraih nama besarnya dalam Pertempuran Waterloo melawan Napoleon Bonaparte. Para keturunan aristokrat tradisional Prusia ini sama-sama bertugas di Divisi Fallschirmjäger ke-7 (meskipun berada di kompi yang berbeda-beda), dan KIA (Killed in Action) dalam pertempuran sengit ketika berusaha merebut pangkalan udara di sekitar Heraklion.



Nomor pertama adalah Leberecht Graf von Blücher, yang menemui ajalnya ketika berusaha mensuplai amunisi kepada kakak tercintanya, Wolfgang Graf von Blücher, yang bersama dengan pasukannya terkepung hebat oleh tentara-tentara Black Watch Sekutu. Leberecht yang baru berusia 19 tahun dengan berani memacu seekor kuda menembus garis Sekutu, sementara amunisi yang dibutuhkan diikatkan di sadel kudanya. Hampir saja dia berhasil mencapai posisi kakaknya... tapi kemudian dengan mata kepalanya sendiri, sang kakak Wolfgang melihat adiknya tertembus peluru musuh. Usaha Leberecht sendiri tidak sia-sia karen si amunisi akhirnya berhasil didapatkan oleh peleton kakaknya, walaupun harus dibayar oleh nyawanya sendiri (mayatnya tidak pernah ditemukan, entah bagaimana ceritanya!). Keesokan harinya, Wolfgang ikut pula terbunuh bersama seluruh peletonnya, diikuti dengan si bungsu Hans-Joachim Graf von Blücher yang baru berusia 17 tahun dan dilaporkan telah tewas dalam pertempuran beberapa hari kemudian.



Orangtua Blücher tidak pernah mendapat berita sekecil apapun tentang kematian tiga orang anaknya, dan barulah di minggu keempat setelah peristiwa tersebut mereka mendapat pemberitahuan secara resmi dari resimen (yang baru pulang dari Kreta) dan disampaikan langsung oleh komandan resimen tempat Blücher bersaudara ditempatkan. Tak terbayang rasa sakit dan kehilangan yang harus mereka tanggung, ketika dalam sekejap mereka menyadari bahwa mereka tak akan pernah lagi melihat anak-anaknya tercinta, bahkan hanya sekedar jenazahnya atau sisa-sisanya.



Saudara perempuan mereka yang masih tersisa, Gertrude Baroness von Ketelholdt (masih ada lagi satu saudara laki-laki yang lain, Leutnant zur See Adolf Graf von Blücher yang bertugas di Kriegsmarine), berkata : “Wolf (panggilan Wolfgang) menulis surat pada kami dua hari sebelum keberangkatannya ke Kreta, yang memberitahukan mengenai keadaan dia dan adik-adiknya. Lalu kemudian hubungan terhenti, dan kami semua dicekam oleh rasa khawatir yang sangat akan nasib mereka, terutama ibu kami yang sudah tua. Barulah empat minggu kemudian datang sebuah surat yang menghancurkan, yang memberitahukan bahwa semua adik kami telah tiada di pertempuran yang sama.” Gertrude tidak dapat melupakan apa yang terjadi pada saudara-saudaranya di pulau Kreta, dan dia tercatat sebagai pengunjung pertama kuburan Wolfgang dan Hans-Joachim yang terletak di blok 1 nisan no. 457 dan 458 di kompleks pemakaman para tentara Jerman yang terletak di bekas lapangan udara Maleme.



Kisah ketiga bersaudara Blücher ini begitu melegendanya di kalangan penduduk Kreta, dan bertahun-tahun kemudian para keluarga miskin yang tinggal di desa kumuh di sekitar lokasi bersumpah bahwa mereka kadang melihat hantu penunggang kuda yang menderap kudanya dengan kecepatan tinggi di malam buta menyusuri jalan di dekat lokasi persis dimana Leberecht tertembak. Uniknya, pada awalnya mereka menduga bahwa hantu itu pastilah berasal dari prajurit Inggris yang meninggal disana, dan barulah ketika diberitahu bahwa sebenarnya yang terbunuh adalah Blücher bersaudara, mereka menjadi tahu kenyataan yang terjadi.



Memang untuk urusan bertempur, Fallschirmjäger dikenal sebagai pasukan yang gigih dan pantang menyerah, baik ketika menyerang maupun diserang. Tepatlah apa yang dikatakan oleh James Lucas yang berkata : “reputasi Fallschirmjäger dalam hal kemampuan bertempur, kengototan dalam bertahan, pengorbanan diri sendiri demi menyelamatkan Kamerad-nya, dan kesetiaan yang besar terhadap kesatuannya, hanya dapat ditemukan pada anggota unit-unit elit yang terbaik.”



Sebagai penutup, saya sertakan biografi singkat dari Blücher Brothers :



Oberleutnant Wolfgang Hanner Peter Lebrecht Graf von Blücher (31 Januari 1917 di Altengottern – 21 Mei 1941 di Kreta) dengan nama panggilan ‘Wolf’ adalah yang tertua di antara semuanya sekaligus yang paling berprestasi. Para rekan seperjuangannya melihat dia sebagai seorang manusia berjiwa pemimpin, bukan karena berasal dari keturunan yang mentereng, melainkan semata karena apa yang telah dilakukannya. Sebelum perang dia mempelajari pertanian dan ilmu kehutanan dan menjadi ahli dalam bidang pekerjaannya. Keluarganya sendiri berasal dari Mecklenburg, dan meskipun minatnya tetap kepada apa yang telah disebutkan sebelumnya, tapi pada akhirnya dia memutuskan untuk menjadi seorang tentara, dan mendaftarkan diri di Heer sebagai cadangan Kavaleri tahun 1934. Pilihan ini bisa dibilang tidaklah biasa, karena tanpa menjadi seorang tentara pun Wolfgang sudah sah menjadi orang kaya, apalagi setelah ayahnya meninggal dan dia diserahi tugas mengelola tanah keluarganya yang luas di Mecklenburg. Apalagi yang dicari oleh pemuda berwajah khas Jerman ini?



Di akhir tahun 1939 Wolfgang (yang kini berusia 23 tahun) meminta untuk dipindahkan ke unit Fallschirmjäger dari Luftwaffe, dan permintaannya dipenuhi. Bulan Januari 1940 dia menyelesaikan latihan terjun payung dan tak lama langsung diterjunkan dalam Operasi Fall Gelb (serbuan Jerman ke Prancis dan Negara-Negara Bawah). Pangkatnya saat itu adalah Leutnant der Reserve sekaligus sebagai komandan peleton dari kompi 2 yang merupakan bagian dari Resimen Fallschirmjäger pertama dan Divisi Fallschirmjäger ke-7.



Dalam penyerbuan Jerman ke Belanda, Wolfgang kebagian bertempur di daerah Trondheim dan diterjunkan dari udara untuk mendarat di jembatan Dordrecht. Pada mulanya, pasukan Fallschirmjäger yang bertugas menduduki jembatan tersebut hanyalah yang berasal dari Kompi kedua pimpinan Oberleutnant Von Brandis (mantan penerjun Angkatan Darat), tapi kemudian mereka menemui perlawanan yang kuat di jalan-jalan dalam perjalanan menuju kesana, sehingga tambahan pasukan menjadi sangat diperlukan. Keadaan menjadi kritis, ketika Von Brandis pun kemudian terbunuh, sehingga komandan resimen, Oberst Bruno Bräuer (pangkat terakhirnya adalah General der Fallschirmtruppe) memerintahkan semua elemen dari I./FJR 1 untuk bersama-sama mencapai dan merebut jembatan Dordrecht.



Nah, disinilah Wolfgang menunjukkan kemampuan terbaiknya sebagai seorang prajurit ketika dia berhasil memimpin pasukannya, bukan saja dalam mencapai jembatan tersebut tapi juga menguasainya. Atasannya menganggap bahwa apa yang telah dilakukannya dalam pertempuran itu adalah EXCELLENT, sehingga menganugerahinya dengan Ritterkreuz pada tanggal 24 Mei 1940.



Berdasarkan penuturan dari saudarinya, Baroness von Ketelholdt, setelah Operasi Fall Gelb selesai dan Jerman menduduki Eropa Barat, Wolfgang meminta izin cuti untuk mengurus tanah keluarganya di Mecklenburg. Musim panas tahun 1941 Wolfgang telah melapor kembali di resimennya, dan langsung dipersiapkan untuk menghadapi pertempuran di Yunani.



Dalam pertempuran Kreta, Wolfgang dan pasukannya kebagian tugas untuk bergabung dengan batalion Hauptmann Burckhardt yang dalam proses dibantai pasukan Inggris dari The Black Watch (mereka sudah kehilangan lebih dari 300 orang, belum lagi 100 orang lebih yang terluka dan beberapa ditawan). Tengah malam ketika sudah dekat dengan tujuannya di lapangan udara Heraklion, Wolfgang melihat sekelompok pasukan yang nongkrong di bukit sebelah tenggara landasan. Begitu yakin dia bahwa pasukan yang dilihatnya merupakan bagian dari patroli yang dikirimkan oleh Burckhardt, sehingga dia buru-buru meneriakkan password ‘Reichsmarschall’, hanya untuk mendapat hujan tembakan dan peluru. Ternyata mereka adalah pasukan musuh yang mengepung Hauptmann Burckhardt!



Tak lama Wolfgang dan pasukannya telah terkepung pula, dan walaupun mereka bertahan dengan gigih melawan setiap usaha penerobosan dari pihak musuh, cadangan amunisi menurun dengan cepat. Major Walther, komandan batalion yang membawahi Wolfgang, memerintahkan pada pasukannya agar mengerahkan segala daya dan upaya demi menyelamatkan peleton yang terkepung tersebut, dengan menekankan bahwa ini bukan hanya upaya biasa tapi sudah menyangkut masalah kehormatan yang dijunjung tinggi oleh para Fallschirmjäger. Tapi yang jadi problem, infanteri Skotlandia yang terkenal dengan nama Black Watch yang menjadi pengganjal utama ini telah berada dalam posisi yang enak buat menyerang maupun bertahan, sehingga begitu sulitnya untuk menembus kepungan mereka.



Di lain pihak, peleton Wolfgang berusaha mati-matian bertahan, menggali lubang perlindungan dengan semua alat yang tersisa, bahkan dengan helm dan jari telanjang mereka! Di sekitar, tak henti-hentinya datang tembakan dari senapan mesin Vickers musuh, ledakan mortir dan juga artileri. Wolfgang dan banyak dari pasukannya telah terluka. Kekuatan mereka kini telah menjadi tinggal setengahnya, dan telah berhari-hari mereka bertempur tanpa henti tanpa mendapat istirahat yang cukup dan juga pasokan amunisi.



Di saat inilah, menurut salah seorang saksi mata, hadir sebuah pemandangan yang menakjubkan yang sungguh tak dapat dipercaya bagai dalam dongeng saja. Seorang prajurit berkuda tiba-tiba datang dari kejauhan, memacu kudanya dengan konsentrasi tinggi dan kecepatan penuh, sementara boks amunisi terpasang di sadelnya. Begitu tidak biasanya pemandangan ini sehingga The Black Watch hanya dapat terpana melihatnya. Tapi tak lama, mereka tersadar dan segera menghujani tembakan kepada si pemuda pemberani. Tembakan gencar tersebut barulah berbuah ketika si penunggang kuda telah sampai di tujuannya, dan bagaikan dalam drama, sesampainya disana dia langsung terkulai lemah dengan banyak lubang bekas peluru di badannya.



Ketika amunisi kemudian dibagikan, Wolfgang bertanya siapakah si pemuda pemberani tersebut dan bagaimana keadaannya. kepahlawanannya telah membangkitkan kembali semangat bertempur pasukannya yang terkepung. Begitu hancurnya hati Wolfgang ketika mendapati bahwa dia tidak lain dari adik tercintanya sendiri, Leberecht, yang baru berusia 19 tahun dan dilaporkan telah meninggal tak lama setelah menyelesaikan misinya.



Wolfgang sendiri menyusul adiknya ke alam baka bersama dengan sisa-sisa pasukannya keesokan harinya. Mereka menolak untuk menyerah, dan bertempur bagaikan banteng terluka dengan berbekal amunisi pemberian Leberecht, sampai semua orang yang sudah terluka pun ikut memanggul senjata. Pasukan Inggris hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kegigihan yang amit-amit dari unit pinilih Fallschirmjäger ini. Mungkin kalau situasi terbalik dan mereka berada dalam posisi Wolfgang, mereka akan lebih memilih untuk menyerah dan hidup daripada meneruskan pertempuran hanya untuk mati.



Gefreiter Leberecht Graf von Blücher (1922 di Fincken – 20 Mei 1941 di Kreta) menyelesaikan sekolahnya tahun 1940, dan kemudian langsung mendaftar menjadi seorang prajurit infanteri Wehrmacht yang ditempatkan di Prusia Timur. Saudara sekaligus idolanya, Wolfgang, mengajaknya untuk bergabung dengan Fallschirmjäger, dan Leberecht pun menyanggupinya. Dia menjalani pelatihan penerjunan bulan Januari 1941 di Tangermünde, dan tak lama langsung terjun ke dalam pertempuran Kreta (dimana dia terbunuh) dan merupakan bagian dari Resimen Fallschirmjäger pertama.



Jäger Hans-Joachim Graf von Blücher (28 Oktober 1923 di Fincken – 20 Mei 1941 di Kreta) menjalani sekolah berasrama di Misdroy yang terletak di dekat Laut Baltik. Sama seperti Leberecht, Hans-Joachim pun menuruti saran kakaknya untuk bergabung dengan Fallschirmjäger tak lama setelah lulus sekolah di usianya yang baru ke-17, dan tergabung dengan resimen yang sama dengan kakaknya yang kedua, Leberecht, di Resimen Fallschirmjäger Pertama.





Sumber :

Buku “Crete, The Battle and the Resistance” oleh Anthony Beevor

www.en.wikipedia.org

www.wehrmacht-awards.com

www.militaryphotos.net





Tidak ada komentar:

Posting Komentar